A. Sejarah Bhudisme Zen
India adalah tempat kelahiran agama Budha namun seiring perubahan
zaman Budhisme yang ada di India mulai hilang, karena desakan Hinduisme.
Akan tetapi sebelum diserap kembali oleh Hinduisme, Budhisme memisahkan
pengarunya, Mahayana adalah salah satu Madzhab buda yang berhasil
dibawa ke Cina pada masa yang awal sekali, walaupun secara tradisional
diceritakan bahwa agama Budha mulai dikenal di Cina pada masa
pemerintahan Kaisar Ming (58-75M), yang melihat Budha dalam sebuah
Mimpi, lalu mengirim utusannya ke India untuk menyelidiki ajaran
tersebut. Para utusannya kembali dengan sejumlah Kitab dan benda-benda
suci, juga dua orang biksu untuk menerjemahkan kitab-kitab sutra.Pada
abad-abad berikutnya barulah berkembang dengan luar biasa, meski
perkembangannya yang pesat itu disokong oleh para kaisar, ada juga
periode-periode tertentu ketika agama Budha ditindas dan banyak wihara,
kitab dan karya seni dihancurkan.[1]
Di Tiongkok (China) madzhab Mahayana berbenturan dengan Taoism dari
Lao Tze (604-531 SM) dan dengan Cofucianism dari Kong Fu Tze (551-479)
dan di Jepang berbenturan dengan Shintoism, dan perbenturan itu
menimbulkan saling-pengaruh di dalam sejarah perkembangan aliran-aliran
Mahayana di Tiongkok dan di Jepang.[2]
Mahayana pertama kali diperkenalkan ke Jepang lewat korea, ketika
raja Kudara mengirimkan Kitab-kitab dan Arca-arca Budhis kepada Kaisar
Jepang. Pada mulanya agama baru ini ditentang, akan tetapi lambat laun
diterima.Sejak tahun 552 Masehi Budhisme telah masuk Jepang dari Korea
dan Tiongkok.Ajaran-ajaran Budhisme dapat tersiar di jepang dengan cepat
setelah timbul anggapan bahwa dewa-dewa Budhisme dapat dipersamakan
dengan dewa-dewa Shintoisme. Sebenarnya ada dua pendirian dalam Budhisme
Jepang ini yaitu di satu pihak ingin mencapai kelepasan dengan usaha
sendiri. Pendirian inilah yang disebut Zen Budhisme. Sedang dipihak lain
ingin melepaskan diri atas dasar kepercayaan bahwa kelepasan itu dapat
ditolong oleh yang maha gaib (dewa-dewa). Pengikut Zen berusaha mencapai
ilham tertinggi dengan kontemplasi (latihan-latihan rohaniah yang
mendalam).Untuk itu orang yang berkontemplasi harus dapat mendisiplinir
diri serta memiliki ketenangan batin setinggi-tingginya.[3]
Madzhab Mahayana itu terpecah kepada berbagai aliran disebabkan
perbedaan tinjauan tentang segi-segi persoalan mengenai keyakinan,
beserta persoalan tentang cara mencapai watak Budha.
B. Budisme Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana.Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan.[4]
Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma.Ia berasal dari India
dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam di kanton
pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di
tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6
Hui Neng.Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Zen diklaim sebagai Transmini Jiwa Ajaran Buddha yaitu transmisi yang
paling penting dan merupakan jenis transmisi yang dimaksudkan adalah
“transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun hanya kitab
suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti
dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga.
Menurut tradisi buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk
dikelilingi sekumpulan besar siswa-siswaNya. Beratus-ratus Bodhisattva
dan Arahat, Bikshu-biksuni, serta Upasaka-upasika hadir bersama-sama
dengan berbagai kelompok makhluk-makhluk surgawi.Semuanya diam, menunggu
Sang Buddha bersabda. Tapi pada kesempatan ini, bukannya mengeluarkan
kata-kata, ditengah keheningan Sang Bhagava hanya mengangkat sekuntum
bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara siswa-siswa
tertua—yang termahsyur karena kesederhanaanya—mengerti makna perbuatan
Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku yang
memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran,
misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran
transenden. Aku sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang
dimaksud dengan transmisi.
Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah
menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya
di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan
seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma
di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru
spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama
paling top dalam sejarah agama Buddha di India. Daftar nama-nama guru
ini, yang secara tradisional dikenal sebanyak Dua Puluh Tujuh – Dua
Puluh Delapan dengan Bodhidharma—Sesepuh Zen dari India adalah sebagai
berikut :
1. Mahakasyapa
2. Ananda
3. Sanakavasa
4. Upagupta
5. Dhritaka
6. Michchaka
7. Vasumitra
8. Buddhanandi
9. Buddhamitra
10. Parshva
11. Punyayashas
12. Ashvaghosha
13. Kapimala
14. Nagarjuna
15. Kanadeva
16. Rahulata
17. Sanghanandi
18. Gayasata
19. Kumarata
20. Jayata
21. Vasubandhu
22. Monorhita
23. Haklena
24. Aryasimha
25. Basiasita
26. Punyamitra
27. Prajnatara
28. Bodhidarma
Studi dafta ini mengungkapkan hubungan yang sangat dekat antara Zen
dan apa yang dikenal sebagai tradisi pusat Agama Buddha India. Dialah
Bodhidharma yang termahsyur, sesepuh kedua puluh delapan dari India—yang
dalam lukisan kuno digambarkan sebagai seorang yang menyebrangi lautan
dengan daun bambu—yang membawa Zen ke Cina, dengan sendirinya menjadi
sesepuh pertama dari Cina. Apa yang ia bawa ke Cina bukanlah Zen dalam
bentuk seperti yang kita kenal saat ini bersama dengan
doktrin-doktinnya, kitab suci, dan organisasi viharanya, melainkan
semangat atau jiwa yang ia turunkan kepada muridnya Hui K`o, yang
kemudian menurunkannya pada muridnya lagi hingga sesepuh yang ke-6.
Master-master ini dikenal sebagai Enam Sesepuh Aliran Zen dari Cina,
Yakni :
1. Bodhidharma (lahir sekitar 440 - meninggal sekitar 528)
2. Hui K`o (lahir 487 - meninggal 593)
3. Jianzhi SengTs`an (meninggal 606)
4. Dayi Tao Hsin(lahir 580 - meninggal 651)
5. Hung Jen (lahir 601 - meninggal 674)
6. Hui Neng / Wei Lang(lahir 638 - meninggal 713)
Karena kejeniusan Hui Neng, ia mengajarkan kembali kepada
43 orang. Sesudah itu banyak sekali garis transmisi, namun ada dua
diantaranya yang sangat berperan hingga sekarang.Kedua garis keturunan
ini diwakili oleh aliran Sotodan aliran Rinzai.[5]
Aliran Chan / Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari
berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada Sutras
tertentu.Begitupula terhadap berbagai aliran filsafat dan theogoni
didalam madzhab Mahayana.Bahkan tidak hendak memperbincangkannya secara
serius.Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian
(intuitif) untuk mencapai kesadaran tertinggi.
Sifat kepribadian pada aliran Zen itu amat kuat hingga kurang menaruh
hormat terhadap patung-patung pujaan.Dengan begitu aliran ini dapat
dikatakan bersifat iconoclastic, yakni menantang pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak membawa kepada tujuan tertinggi.
Titik berat ajaran ini lebih mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan
dan kidmat yang sepenuh-penuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja
resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan
kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Karena aliran ini
berkeyakinan bahwa kepribadian Budha itu hidup membenam dalam diri
manusia, dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian-Budha
itu dapat dilihat. Samadi yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu[6] :
- Tathagatha-Meditation, yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
- Patriarchal-Meditation, yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodhidharma, yaitu meniadakan pikiran dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
Menurut aliran ini, bukanlah dengan kepercayaan yang dapat membawa
manusia identik dengan Budha, melainkan dengan tafakkur yang
dalam.Aliran ini berfaham Pantheistis (kesatuan dewa dengan alam
semesta).Manusia dapat menjadi identik (sama) dengan Budha bilamana ia
melakukan Meditasi yang dalam berdasarkan intuisi. Meditasi demikian
kemudian dipengaruhi oleh Taoisme.[7]
Meditasi adalah latihan yang diterima secar universal oleh semua
filsuf, orang suci, dan petapa India dan Budha tidak memiliki alasan
untuk menolaknya.Sebenarnya praktik meditasi merupakan salah satu ciri
kebudayaan moral di Timur.[8]
C. Aliran-aliran
Menurut Koesbyanto, dalam perkembangannya, Zen di Jepang terbagi
dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto mengembangkan ajaran
pencerahan yang hening.Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan
kerja dalam keheningan serta 'kepatuhan'.Metode yang dilakukan untuk
mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi
duduk bersila.
Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan
penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan Mondo merupakan usaha untuk
mencapai penerangan secara aktif.Aliran ini sifatnya lebih dinamis dan
aktif dibanding aliran Zen.[9]Koan adalah suatu problem semacam
teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya terdiri dari
satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebyah pernyataan yang tampaknya
nonsense dari sudut pandang umum.Namun koan bertindak sejenis cantelan
yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sejenis cantelan yang
dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sehingga dapat menyisihkan
pemikiran-pemukiran yang ngawur dan pertimbangan-pertimbangan
intelektual. Contoh-contoh koan yang diberikan kepada para pemula adalah
Mu, yang secara literal berarti “tidak ada apa-apa”, Sekishu, yang
berarti “suara satu tangan”, soku shin souk butsu, artinya “satu
pikiran, satu budha” Honrai-nomemmoku “bagaimana wujud aslimu sebelum
ayah dan ibumu memperanakkan kamu?” dan Nanimono ka immoni kitaru?, yang
berarti “darimana Anda datang?”[10]
KESIMPULAN
Dalam perkembangan sejarah Budha Mahayana terjadi perpecahan aliran
secara besar-besaran di berbagai daerah seperti di cina, korea bahkan
jepang turut menjadi saksi sejarah bahwa Mahayana memiliki banyak sekte
atau aliran-alirannya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam
mengartikan Budha itu sendiri (hasil pemahaman/pola piker yang berbeda)
pada setiap orang ditambah dengan asimilasi dengan
kepercayaan-kepercayaan local seperti Kondusianisme, Taoisme dan
Shintoisme.Namun demikian Budha tetap diterima dan menjadi agama besar
dan memberikan dampak yang luar biasa pada penganutnya terutama pada
sekte Zen Budhisme.
Zen Budhisme disinyalir lahir ketika Bodhidarma mengajarkan ajaran
Budha Mahayana yang dipelajarinya dari china dan dibawanya ke jepang
pada tahun 520 M. sekte Zen ini memusatkan pada titik meditasi dimana
seseorang dapat mencapai kebenaran tertinggi dalam kehidupannya.
Berbicara tentang sejarah pastilah tidak akan pernah habis karena
sejarah akan tetap ada bahkan berkembang ketika peradaban manusia itu
tetap ada. Begitu pula dengan sejarah Zen Budhisme yang kaya akan
sejarahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Lane Suzuki. Beatrice ,Agama Budha Mahayana, Karaniya, 2009.
Sou`yb. Joesoef, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta : Al Husna Zikra, 1996.
Arifin. HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, Jakarta : Golden Trayon Press, 1986.
Sangharakshuta, Y.A Maha Sthavira. ZEN : Inti Sari Ajaran, Yayasan Buddhis Karaniya : 1991.
www.wikipedia.com di update pada 14 Maret 2012
http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/ di update pada 14 Maret 2012
[1] Beatrice Lane Suzuki. Agama Budha Mahayana (Karaniya : 2009). Hal. 89-90
[2] Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Al Husna Zikra : 1996) hal. 109-110
[3] HM. Arifin.Menguak Misteri Ajaran Agama-agama, (Jakarta : 1986) hal. 116
[5]Y.A Maha Sthavira Sangharakshuta, ZEN : Inti Sari Ajaran (Yayasan Buddhis Karaniya : 1991) hal. 32-37
[6]Joesoef Sou`yb, Op.cit.hal. 121-124
[7] HM. Arifin, Op.cit .hal. 115-116
[8] Beatrice Lane Suzuki. Op.cit. Hal. 12
[9]http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/ di update pada 14 Maret 2012
[10]Beatrice Lane Suzuki. Op.cit. Hal. 99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar