Rabu, 30 Mei 2012

SEJARAH BUDDHISME ZEN


A.    
Sejarah Bhudisme Zen
India adalah tempat kelahiran agama Budha namun seiring perubahan zaman Budhisme yang ada di India mulai hilang, karena desakan Hinduisme. Akan tetapi sebelum diserap kembali oleh Hinduisme, Budhisme memisahkan pengarunya, Mahayana adalah salah satu Madzhab buda yang berhasil dibawa ke Cina pada masa yang awal sekali, walaupun secara tradisional diceritakan bahwa agama Budha mulai dikenal di Cina pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75M), yang melihat Budha dalam sebuah Mimpi, lalu mengirim utusannya ke India untuk menyelidiki ajaran tersebut. Para utusannya kembali dengan sejumlah Kitab dan benda-benda suci, juga dua orang biksu untuk menerjemahkan kitab-kitab sutra.Pada abad-abad berikutnya barulah berkembang dengan luar biasa, meski perkembangannya yang pesat itu disokong oleh para kaisar, ada juga periode-periode tertentu ketika agama Budha ditindas dan banyak wihara, kitab dan karya seni dihancurkan.[1]
Di Tiongkok (China) madzhab Mahayana berbenturan dengan Taoism dari Lao Tze (604-531 SM) dan dengan Cofucianism dari Kong Fu Tze (551-479) dan di Jepang berbenturan dengan Shintoism, dan perbenturan itu menimbulkan saling-pengaruh di dalam sejarah perkembangan aliran-aliran Mahayana di Tiongkok dan di Jepang.[2]
Mahayana pertama kali diperkenalkan ke Jepang lewat korea, ketika raja Kudara mengirimkan Kitab-kitab dan Arca-arca Budhis kepada Kaisar Jepang. Pada mulanya agama baru ini ditentang, akan tetapi lambat laun diterima.Sejak tahun 552 Masehi Budhisme telah masuk Jepang dari Korea dan Tiongkok.Ajaran-ajaran Budhisme dapat tersiar di jepang dengan cepat setelah timbul anggapan bahwa dewa-dewa Budhisme dapat dipersamakan dengan dewa-dewa Shintoisme. Sebenarnya ada dua pendirian dalam Budhisme Jepang ini yaitu di satu  pihak ingin mencapai kelepasan dengan usaha sendiri. Pendirian inilah yang disebut Zen Budhisme. Sedang dipihak lain ingin melepaskan diri atas dasar kepercayaan bahwa kelepasan itu dapat ditolong oleh yang maha gaib (dewa-dewa). Pengikut Zen berusaha mencapai ilham tertinggi dengan kontemplasi (latihan-latihan rohaniah yang mendalam).Untuk itu orang yang berkontemplasi harus dapat mendisiplinir diri serta memiliki ketenangan batin setinggi-tingginya.[3]
Madzhab Mahayana itu terpecah kepada berbagai aliran disebabkan perbedaan tinjauan tentang segi-segi persoalan mengenai keyakinan, beserta persoalan tentang cara mencapai watak Budha.

B.      Budisme Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana.Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan.[4]
Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma.Ia berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng.Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Zen diklaim sebagai Transmini Jiwa Ajaran Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga.
Menurut tradisi buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar siswa-siswaNya. Beratus-ratus Bodhisattva dan Arahat, Bikshu-biksuni, serta Upasaka-upasika hadir bersama-sama dengan berbagai kelompok makhluk-makhluk surgawi.Semuanya diam, menunggu Sang Buddha bersabda. Tapi pada kesempatan ini, bukannya mengeluarkan kata-kata, ditengah keheningan Sang Bhagava hanya mengangkat sekuntum bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara siswa-siswa tertua—yang termahsyur karena kesederhanaanya—mengerti makna perbuatan Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku yang memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran, misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan transmisi.
Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di India. Daftar nama-nama guru ini, yang secara tradisional dikenal sebanyak Dua Puluh Tujuh – Dua Puluh Delapan dengan Bodhidharma—Sesepuh Zen dari India adalah sebagai berikut :

1. Mahakasyapa
2. Ananda
3. Sanakavasa
4. Upagupta
5. Dhritaka
6. Michchaka
7. Vasumitra
8. Buddhanandi
9. Buddhamitra
10. Parshva
11. Punyayashas
12. Ashvaghosha
13. Kapimala
14. Nagarjuna
15. Kanadeva
16. Rahulata
17. Sanghanandi
18. Gayasata
19. Kumarata
20. Jayata
21. Vasubandhu
22. Monorhita
23. Haklena
24. Aryasimha
25. Basiasita
26. Punyamitra
27. Prajnatara
28. Bodhidarma

Studi dafta ini mengungkapkan hubungan yang sangat dekat antara Zen dan apa yang dikenal sebagai tradisi pusat Agama Buddha India. Dialah Bodhidharma yang termahsyur, sesepuh kedua puluh delapan dari India—yang dalam lukisan kuno digambarkan sebagai seorang yang menyebrangi lautan dengan daun bambu—yang membawa Zen ke Cina, dengan sendirinya menjadi sesepuh pertama dari Cina. Apa yang ia bawa ke Cina bukanlah Zen dalam bentuk seperti yang kita kenal saat ini bersama dengan doktrin-doktinnya, kitab suci, dan organisasi viharanya, melainkan semangat atau jiwa yang ia turunkan kepada muridnya Hui K`o, yang kemudian menurunkannya pada muridnya lagi hingga sesepuh  yang ke-6. Master-master ini dikenal sebagai Enam Sesepuh Aliran Zen dari Cina, Yakni :
1.         Bodhidharma (lahir sekitar 440 - meninggal sekitar 528)
2.         Hui K`o (lahir 487 - meninggal 593)
3.         Jianzhi SengTs`an (meninggal 606)
4.         Dayi Tao Hsin(lahir 580 - meninggal 651)
5.         Hung Jen (lahir 601 - meninggal 674)
6.         Hui Neng / Wei Lang(lahir 638 - meninggal 713)

            Karena kejeniusan Hui Neng, ia mengajarkan kembali kepada 43 orang. Sesudah itu banyak sekali garis transmisi, namun ada dua diantaranya yang sangat berperan hingga sekarang.Kedua garis keturunan ini diwakili oleh aliran Sotodan aliran Rinzai.[5]
Aliran Chan / Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada Sutras tertentu.Begitupula terhadap berbagai aliran filsafat dan theogoni didalam madzhab Mahayana.Bahkan tidak hendak memperbincangkannya secara serius.Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian (intuitif) untuk mencapai kesadaran tertinggi.
Sifat kepribadian pada aliran Zen itu amat kuat hingga kurang menaruh hormat terhadap patung-patung pujaan.Dengan begitu aliran ini dapat dikatakan bersifat iconoclastic, yakni menantang pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak membawa kepada tujuan tertinggi.
Titik berat ajaran ini lebih mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan kidmat yang sepenuh-penuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Karena aliran ini berkeyakinan bahwa kepribadian Budha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian-Budha itu dapat dilihat. Samadi yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu[6] :

  1. Tathagatha-Meditation, yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
  2. Patriarchal-Meditation, yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodhidharma, yaitu meniadakan pikiran dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.

Menurut aliran ini, bukanlah dengan kepercayaan yang dapat membawa manusia identik dengan Budha, melainkan dengan tafakkur yang dalam.Aliran ini berfaham Pantheistis (kesatuan dewa dengan alam semesta).Manusia dapat menjadi identik (sama) dengan Budha bilamana ia melakukan Meditasi yang dalam berdasarkan intuisi. Meditasi demikian kemudian dipengaruhi oleh Taoisme.[7]
Meditasi adalah latihan yang diterima secar universal oleh semua filsuf, orang suci, dan petapa India dan Budha tidak memiliki alasan untuk menolaknya.Sebenarnya praktik meditasi merupakan salah satu ciri kebudayaan moral di Timur.[8]

C.      Aliran-aliran
Menurut Koesbyanto, dalam perkembangannya, Zen di Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto mengembangkan ajaran pencerahan yang hening.Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan kerja dalam keheningan serta 'kepatuhan'.Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila.
Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan Mondo merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara aktif.Aliran ini sifatnya lebih dinamis dan aktif dibanding aliran Zen.[9]Koan adalah suatu problem semacam teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya terdiri dari satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebyah pernyataan yang tampaknya nonsense dari sudut pandang umum.Namun koan bertindak sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sehingga dapat menyisihkan pemikiran-pemukiran yang ngawur dan pertimbangan-pertimbangan intelektual. Contoh-contoh koan yang diberikan kepada para pemula adalah Mu, yang secara literal berarti “tidak ada apa-apa”, Sekishu, yang berarti “suara satu tangan”, soku shin souk butsu, artinya “satu pikiran, satu budha” Honrai-nomemmoku “bagaimana wujud aslimu sebelum ayah dan ibumu memperanakkan kamu?” dan Nanimono ka immoni kitaru?, yang berarti “darimana Anda datang?”[10]


KESIMPULAN

Dalam perkembangan sejarah Budha Mahayana terjadi perpecahan aliran secara besar-besaran di berbagai daerah seperti di cina, korea bahkan jepang turut menjadi saksi sejarah bahwa Mahayana memiliki banyak sekte atau aliran-alirannya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam mengartikan Budha itu sendiri (hasil pemahaman/pola piker yang berbeda) pada setiap orang ditambah dengan asimilasi dengan kepercayaan-kepercayaan local seperti Kondusianisme, Taoisme dan Shintoisme.Namun demikian Budha tetap diterima dan menjadi agama besar dan memberikan dampak yang luar biasa pada penganutnya terutama pada sekte Zen Budhisme.
Zen Budhisme disinyalir lahir ketika Bodhidarma mengajarkan ajaran Budha Mahayana yang dipelajarinya dari china dan dibawanya ke jepang pada tahun 520 M. sekte Zen ini memusatkan pada titik meditasi dimana seseorang dapat mencapai kebenaran tertinggi dalam kehidupannya.
Berbicara tentang sejarah pastilah tidak akan pernah habis karena sejarah akan tetap ada bahkan berkembang ketika peradaban manusia itu tetap ada. Begitu pula dengan sejarah Zen Budhisme yang kaya akan sejarahnya.


DAFTAR PUSTAKA

Lane Suzuki. Beatrice ,Agama Budha Mahayana, Karaniya, 2009.
Sou`yb. Joesoef, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta : Al Husna Zikra, 1996.
Arifin. HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, Jakarta : Golden Trayon Press, 1986.
Sangharakshuta, Y.A Maha Sthavira. ZEN : Inti Sari Ajaran, Yayasan Buddhis Karaniya : 1991.
www.wikipedia.com di update pada 14 Maret 2012
http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/ di update pada 14 Maret 2012


[1] Beatrice Lane Suzuki. Agama Budha Mahayana (Karaniya : 2009). Hal. 89-90

[2] Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Al Husna Zikra : 1996) hal. 109-110

[3] HM. Arifin.Menguak Misteri Ajaran Agama-agama, (Jakarta : 1986) hal. 116


[5]Y.A Maha Sthavira Sangharakshuta, ZEN : Inti Sari Ajaran (Yayasan Buddhis Karaniya : 1991) hal. 32-37

[6]Joesoef Sou`yb, Op.cit.hal. 121-124

[7] HM. Arifin, Op.cit .hal. 115-116

[8] Beatrice Lane Suzuki. Op.cit. Hal. 12

[9]http://jurnalmahasiswa.filsafat.ugm.ac.id/ di update pada 14 Maret 2012

[10]Beatrice Lane Suzuki. Op.cit. Hal. 99

Tidak ada komentar:

Posting Komentar