Zen merupakan salah satu dari ajaran Budhisme yang berasal dari
India, yang menyebar melalaui Cina dan Korea. Banyak orang yang sulit
mengartikan makna zen sesungguhnya. Zen yang diambil dari aksara
Cina berarti "menunjukkan kesederhanaan". Zen adalah ajaran yang
sangat jelas dan singkat. Ada juga yang berpendapat bahwa zen merupakan
filosofi, dan bukanlah sebuah agama.
Menurut Suzuki, zen bukanlah filosofi karena
pemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika dan analisis. Zen tidak
pernah mengajarkan untuk berpikir secara intelektual dan menganalisis.
Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang ahli zen selalu diajarkan secara
turun - temurun kepada muridnya demikian juga seterusnya. Jika menyangkut
bagaimana cara Zen menyebarkan ajarannya, yaitu sama dengan yang
dilakukan Sidharta. Hal ini didukung oleh pernyataan, yang menyebutkan
bahwa ajaran dari Budha sendiri diturunkan kepada murid – muridnya secara
langsung dan turun – temurun.
pengajaran Bodhidharma
tentang zen adalah perbuatan baik saja tidak cukup tetapi melalui
perbuatan baik akan mendorong kemurnian moral dimana menjadi suatu
syarat yang mutlak bagi pencerahan.
Zen memiliki tiga arti yang berbeda
namun berkaitan. Chrismas humpeyrs dalam key kit, mengatakan bahwa:
Pertama, zen berarti meditasi.
Zen
adalah istilah Jepang mengungkapkan Bahasa cina Chan, yang bila
ditelusuri berasal dari Bahasa Sanskerta Dhyana. Ini adalah arti yang
paling umum dari istilah tersebut. Kedua, dalam arti khusus zen adalah
nama dari kekuatan absolut atau realitas tinggi yang tidak dapat disebutkan
dengan kata – kata. Ketiga, dalam arti yang lebih khusus zen adalah
pengalaman mistis akan keabsolutan kekuatan tersebut, suatu kesadaran, tiba –
tiba dan diluar batasan. Pengalaman mistis ini biasanya disebut kesadaran atau
wu
dalam Bahasa Cina dan satori dalam Bahasa Jepang[1].
Ketiga arti zen tersebut saling
berkaitan. Meditasi, arti umum adalah cara utama untuk mendapatkan pengalaman
langsung dengan realitas tertinggi, dan mungkin orang yang melaksanakan
meditasi akan mengalami pemahaman realistas kosmis ini dalam situasi yang penuh
inspirasi saat mengalami kesadaran spiritual.
Zen adalah
disiplin dalam pencerahan. Tujuan dari pelatihan zen ini adalah membuat
kita menyadari apa sesungguhnya zen dalam pengalaman kita sehari – hari
dan apa yang tidak dapat kita peroleh dari luar. Zen adalah bentuk
Budhisme
sebagai penyebaran hati atau pikiran Budha. Anesaki menyatakan bahwa
pada awalnya meditasi merupakan salah satu dari tiga bagaian latihan penganut
Budha. Ketiga latihan tersebut yaitu berupa latihan kebatinan, disiplin moral
dan kebijaksanaan.
Selain itu jika menyangkut apa yang ada
didalam zen, bahwa pengalaman pribadi adalah segalanya dalam zen. Karena
untuk mendapatkan pengertian paling mendasar tentang sesuatu , maka harus
dialami sendiri. Pengalaman merupakan hal yang mendasar dalam Zen. Pengalaman
merupakan jawaban dari semua teka-teki kehidupan. seperti halnya dalam
menjalani hidup, seseorang akan mengerti dengan kehidupan apabila ia telah
menjalaninya, dan selama menjalani kehidupan tersebut akan begitu banyak
pembelajaran yang di dapat.
Pendekatan zen terhadap realitas
tidak sering dengan pendekatan ilmiah yakni menghindarkan penalaran logis,
karena penalaran logis mengakibatkan kerangka pemikiran hidup mendua artinya
suatu pemikiran yang selalu bertentangan antara subjek dengan objek atau
berorientasi pada adanya dua prinsip kehidupan yang saling bertentangan.
Nilai ajaran zen digunakan oleh
orang Jepang sebagai konsep pemahaman terhadap alam dan isinya, yakni tidak
terlepas dari kewajaran atau bersifat alami antara lain ; (1) kesederhanaan,
(2) ketidak-sempurnaan, dan (3) ketidak-abadian. Nilai nilai tersebut
terekspresi dalam konsep dasar pemahaman estetika wabi - sabi. Bagi
orang jepang ajaran zen Budhisme diekspresikan melalui konsep estetika
wabi
- sabi yang digunakan sebagai acuan dalam berpedoman, menatur dan
juga sebagai pengendali dalam mencipta maupun memahami suatu karya seni. Makna
dari wabi - sabi itu sendiri adalah kepasrahan (seijaku) dan
ketulusan dalam menghadapi pergantian waktu, sehingga rasa ketulusan dan
kepasrahan tersebut bagi orang Jepang diekspresikan ke dalam karya seninya
dengan melukiskan situasi keadaan hening, tenang dan diam.
Sehingga dapat dikatakan Zen Buddhisme
adalah sebuah aliran yang menekankan pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri
dalam hal itu. Zen yang mewakili puncak spiritualitas dalam agama Buddha adalah
berintikan tentang transimi jiwa ajaran Buddha yang bersifat istimewa.[2]
2. Sejarah aliran Zen
Jika kita pelajari sejarah agama Budha
dengan perhatian utama terhadap segi ini, hal yang lain segera menarik
perhatian kita adalah Agama-agama itu terpecah. Agama-agama selalu terpecah
belah. Dalam tradisi kita, agama yahudi kuno terpecah menjadi agama Israel dan
agama Judah, agama Kristen terpecah menjadi Gereja Timur dan Gereja Barat. Hal
yang sama juga terjadi pada agama Budha[3].
Agama Budha terpecah kedalam dua mazhab besar, yaitu Hinayana (perahu kecil)
dan Mahayana (perahu besar), kedua aliran tersebut memiliki arti yang berbeda.
Aliran Hinayana menyatakan bahwa dirinya adalah Jalan para sesepuh, dan pada
dasarnya memandang manusia sebagai pribadi, yang persamaan haknya tidak
bergantung kepada penyelamatan orang lain, sedangkan aliran Mahayana menyatakan
dirinya sebagai pemelihara semangat Budha yang asli, berdiri lurus pada garis
Ilhamnya, dan berpendirian sebaliknya, oleh karena kehidupan itu satu, nasib
seseorang berkaitan dengan nasib manusia seluruhnya. Kaum Mahayan bersifat
liberal dalam segala hal. berdasarkan sejarah simgkat diatas, aliran Theravada
bersatu dalam suatu trdisi tunggal yang utuh. Sebaliknya, Mahayana
terus-menerus pecah. Hal ini disebabkan oleh luasnya daerah penyebarannya, perpecahan itu juga mungkin disebabkan oleh
sikap liberal agama tersebut terhadap berbagai perbedaan dalam lingkungannya.
Mazhab Mahayana ini berkembang menjadi tujuh aliran terbesar, yaitu: aliran
San-lun, aliran Wei-shih, aliran Tien-tai, aliran Hua-yen, aliran Chan, aliran
Ching-tu, dan aliran Cheng-yen[4]. Dan dalam buku Huston Smith
aliran perahu besar terpecah dalam lima
paham. Yang satu menekankan iman, yang lainnya mengutamakan studi, yang
berikutnya menyandarkan diri pada rumus-rumus yang jitu, sedangkan yang keempat
mempunyai kecendrungan setengah poitik. Kita akan melewati keempat paham ini
dan akan menelaah aliran intuitif Mahayana yang terdapat dalam bentuknya paling
hidup dalam agama Budha aliran Zen di Jepang. Kata Zen adalah logat Jepang dari
perkataan Cina Cha’an, yang merupakan terjemahaan lebih lanjut dari perkataan sansekerta
dhayana yang berarti meditasi
(semadi) yang menghasilkan wawasan yang mendalam.
Seperti penganut
Mahayana lainnya, pengikut aliran zen Budhisme ini mengatakan bahwa, paham
mereka bersumber langsung dari Gautama sendiri. Ajaran beliau yang tercantum
dalam kitab Hukum agama berbahasa Pali
adalah ajaran yang di ikuti banyak orang. Namun para pengikut Budha yang
mempunyai pandangan yang lebih luas, memperoleh dari gurunya sudut pandang yang lebih tinggi, contoh yang paling tua
dari hal ini di temukan dalam “ Khotbah Sekuntum Bunga” Sang Budha. Sewaktu
berdiri di puncak sebuah bukit yang dikelilingi oleh para muridnya, pada
kesempatan itu Sang Budha tidak menggunakan kata-kata. Beliau hanya memegang
tinggi-tinggi sekuntum bunga teratai
keemasan. Tidak seorangpun yang memahami
makna gerakan yang gamblang itu kecuali Mahakasyapa, yang dengan senyum kecilnnya menunjukan bahwa ia
memahami butir ajaran tersebut.[5]
Oleh karena itu Budha pada masa hidupnya, menurut aliran chan tidak memberikan
dan membukakan ilmu tertinggi itu kepada siapapun juga kecuali ia di angkat sebagai pengganti
Budha. Menurut silsilah didalam aliran Chan Mahakasyapa merupakan First Patriach (imam pertama), seorang
murid yang yang di pandang Sang Budha Gautama sanggup memahamkan simbol yang
dipakai oleh beliau. Aliran Zen ini merupakan
pecahan dari aliran Mahayana. , yang memiliki arti perahu besar, maksud dari perahu
besar adalah Aliran Chan di Tiongkok itu dikenal di India dengan aliran Dhyana
dan di jepang dikenal dengan aliran Zen. Dhyana itu bermakna: meditasi (
Samadhi ). Chan dan Zen itu prubahan bunyi dari Dhyana, menurut dialek Tiongkok
dan dialek Jepang.
Ajaran zen pertama kali dibawa ke Cina
pada awal abad ke-6, oleh seorang pendeta India yang bernama Bodhidharma
(470-543). Bodhidharma adalah seorang pendeta yang mengajarkan Buddhisme lewat
metode Meditasi. Sehingga, Bodhidharma dianggap sebagai perintis ajaran Zen.
Banyak sekali cerita yang muncul mengenai Bodhidharma, salah satunya adalah
ketika Bodhidharma mencabut kelopak matanya lalu membuangnya karena merasa
kelopak mata itu selalu membuatnya tertidur ketika Meditasi Kelopak mata
tersebut, kemudian berubah menjadi pohon teh.
Bodhidharma datang ke
Tiongkok pada masa dinasti Liang (502-557M), beliau mula-mula sampai di
Nanking. Sebenarnya apa yang diajarkan oleh Bodhidharma tidak menitik beratkan
teori-teori, yang penting adalah pengertian dan intuisi dari seorang siswa yang
timbul dari dalam batinnya sendiri di dalam usaha penghayatan terhadap Buddha
Dharma di samping adanya ketekunan di dalam meditasi dengan banyaknya cerita
mengenai kehebatan pendeta ini, maka banyak orang yang ingin berguru padanya.
Hanya saja Bodhidharma hanya mau menerima murid yang bersungguh-sungguh ingin
mendalami ajaran dan mengikuti jejak sang Budha. Bodhidharma menurunkan
ajarannya Dhyana kepada muridnya, Hui Khe yang menjkadi sespuh kedua aliran
Cha’n di Cina. Demikian seterusnya, hingga dikenal enam sesepuh yaitu:
- Bodhidharma
- Hui Khe
- Shen Chie
- Tao Sin
- Hung Jen
- Hui Neng
Setiap agama yang telah mengembangkan bahasa yang canggih
sampai taraf tertentu mengakui bahwa kata-kata dan akal manusia tidak dapat
mencapai kenyataan yang sesungguhnya., jika bukan merusak kenyataan itu
sendiri. Kekhususannya terletak pada kenyataan bahwa aliran ini amat menyadari
keterbatasan bahasa dan akal manusia, sehingga aliran ini mencurahkan perhatian
pokoknya untuk mencari cara mengatasi keterbatasan bahasa dan akal tersebut.
Hubungan Zen dengan akal ada dua: yaitu pertama, logika dan penjelasan Zen
hanya dapat dimengerti dari sudut tinjauan pengalaman yang secara mendasar
berbeda dari pengalaman kita biasa. Dan yang kedua, para guru besar Zen
bertekad kuat agar para siswanya benar-benar memperoleh pengalaman tersebut
secara langsung. Dan bukannya digantikan oleh kata-kata.
Ada
tiga (3) jalan yang biasa ditempuh dalam latihan Zen, yaitu 'Zazen' yang
berarti meditasi duduk, yaitu sikap merenung yang mendalam dengan cara diam
berjam-jam dan bahkan berhari-hari. Sikap mana dilanjutkan dengan 'Koan'
yang berarti konsentrasi akan suatu masalah tertentu, suatu masalah yang sulit
yang sebenarnya tidak bisa dijawab, tetapi bisa direnungkan. Sikap mana
kemudian dilanjutkan dengan 'Sanzen', yaitu bimbingan mengenai soal-soal
meditasi. Bila ketiga jalan ini dapat dijalankan dengan baik, seseorang akan
memasuki keadaan pencerahan 'Satori', yaitu suatu situasi santai yang
baru sekali ini dirasakan, satori adalah suatu pengalaman intuisi,
pengalaman
mistik bahwa ia tidak lagi berpribadi (an-atta/an-atman).
"Cara terbaik
untuk merasakan Zen yang benar dan mencapai satori adalah dengan meletakkan
jasmani dalam keadaan keseimbangan sempurna, sehingga keseimbangannya yang
teratur menghilangkan keberadaannya dari batin, seperti gigi tidak akan
diperhatikan bila sehat dan seorang teman yang benar-benar berkorban tidak
pernah memperhatikan pengorbanannya. Untuk mencapai keadaan yang seimbang ini,
kita ikuti aturan hidup fisik tertentu: pertama-tama buatlah postur yang benar,
kemudian aturlah nafas dan akhirnya tenangkan batin."
Aliran Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari
berbagai Mahayana-sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada sutras tertentu.
Begitupula terhadap aliran filsafat didalam mazhab Mahayana. Bahkan tidak
hendak memperbincangkan secara serius. Aliran Zen itu lebih mengutamakan
pendekatan secara intuitif [6]
bagi mencapai kesadaran tertinggi.
Titik berat ajarannya lebih mengutamakan disiplin, yakni
ketaatan dan khidmat yang sepenuhpenuhnya kepada sang guru, Cuma sang guru saja
secara resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid kepada pencerahan dan
kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Aliran Zen berpendirian bahwa
kepribadian-Budha itu hidup membenam dalam diri manusia, dan melalui renungan
di dalam semadi, maka kepribadian Budha itu dapat dilihat.
Isi kepribadian-Budha itu ialah kekosongan ( sunyata),
yakni, kosong dari setiap ciri-ciri khusus. Alam lahir dengan seluruh ciri-ciri
khusus itu Cuma tipuan-khayal (maya) belaka. Jalan satu-satunya bagi mendekaati
kebenaran terakhir itu ialah melalui samadhi, yang terbagi dalam dua macam:
(1).Tathagatha-Meditation, yaitu
cara samadhi dari Budha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
(2.) Patriarchal-Meditation, yaitu
cara samadhi yang diajarkan Patriach Bodhidarma, meniadakan pemikiran dan
memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
3.
Aliran-aliran budhisme
Seiring dengan berjalannya waktu aliran Zen Budhisme
inipun melahirkan beberapa aliran Ada beberapa
sekte/aliran Cha’n/Zen yang berkembang menurut metode yang berbeda atau keadaan
setempat. Diantaranya sebagai berikut:
-
Aliran Lin Chi, dikembangkan oleh
Master Lin Chi (kira-kira 850 M) -
Aliran Chau Tung, dikembangkan oleh
Master Tung San Liang Chie (807-869) dan Chau San (840-901) -
Aliran Kuei Yang, dikembangkan oleh
Kuei San (771-853) dan Yang San (807-883) -
Aliran Yun Men, dikembangkan oleh
Yun Men (862-853) -
Aliran Fa Yen, dikembangkan oleh Fa
Yen (885-958)
Zen kemudian berpecah menjadi 5 aliran, dan di kemudian, hari kelima aliran ini dilebur
menjadi dua aliran, yakni Tsao Tung (Soto) dan Lin Chi (Rinzai). Karena itu
sampai sekarang yang kita kenal hanyalah dua aliran Zen, yaitu Soto
dan Rinzai yang pada abad ke-XII bermigrasi dari China ke Jepang. Aliran
Soto menekankan
pencapaian pencerahan melalui meditasi tenang pengosongan pikiran
(kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan pencapaian pencerahan melalui
meditasi yang diarahkan kepada aliran tertentu.
Datar Pustaka
Joesoef
Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt
Al Husna Zikra.1991
Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001
Sekkei Harada.
Hakikat
Zen.Jakarta.PT.Gramedia Pustaka Utama.2003
Albert Low.
Zen
and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz Media.2000
[1] Sekkei
Harada.Hakikat Zen. Jakarta.Gramedia
Pustaka Utama.2003
[2] Albert
Low.Zen and The Sutra.Jogjakarta.Ar-ruzz
Media.2000
[3] Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001.hal,156
[4] Joesoef Sou’yb.Agama-agama Besar di Dunia.Jakarta.Pt Al
Husna ZIkra.1996.hal,112
[5] Huston
Smith.Agama-agama Manusia.jakarta.Yayasan
Obor Indonesia.2001.hal,165
[6] Pendekatan secara
rohani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar