Latar belakang
Semenjak Sang Buddha parinibbana terdapat beberapa usaha untuk
menlestarikan ajaran Buddha. Diprakarsai oleh Maha Kassapa terbentuklah
Sanghayana I yang berusaha melestarikan ajaran Buddha dengan mengulang
kembali ajaran-ajaran Buddha melalui bhikkhu Ananda dan Bhikkhu Upali
yang mengulang Dhamma dan Vinaya.
Demikian seterusnya guna melestarikan Dhamma dan Vinaya dilakukan
Sanghayana-Sanghayana yang lain. Pada Sanghayana ke dua terdapat
permasalahan dimana bhikkhu-bhikkhu dari suku Vajji mengajukan 10 point
peraturan yang berbeda sekali dengan yang telah ada. Menurut cullavagga
hal ini teru berlanjut menjadi konflik yang akhirnya menimbulkan
munculnya gerakan baru yaitu Mahayana sedang yang konservatif disebut
hinayana. Tetapi menurut Mahavagga setelah terjadinya perdebatan itu
masalah selesai dan masing-masing pihak menerimanya. Tidak terjadi
sanghayana lain yang dilakukan oleh kelompok kontra konservatif.
Kedua aliran itu telah berkembang masing-masing dengan segala
atributnya masing-masing. Keduanya telah memperkaya kompleksitas
Buddhisme. Kedua aliran ini mempunyai persamaan karena berasal atau
bersumber pada hal yang sama yaitu Buddha. Keduanya juga mempunyai
perbedaan-perbedaan yang mendasar karena prinsip-prinsip diantara
keduanya berbeda.
PEMBAHASAN
- 1. Aliran Mahayana
Sebelum muncul aliran Mahayana dan Hinayana, agama Buddha
terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika. yang mana masing-masing meliputi berbagai aliran yang
berdekatan. Pecahnya aliran ini di karenakan adanya perbedaan faham dan
tafsiran antara kedua golongan tersebut.[1]
Mahayana merupakan Aliran Buddha yang memperkenalkan unsur mistik dan
kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana yang utuh.[2]
Penganut aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa ajaran
mereka lebih meluas, superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi
dari pada Hinayan. Doktrin terbaru menempatkan Buddha sebagai pusat dan
pencipta ajaran Buddha dengan pemahaman yang lebih meluas terhadap
Buddha.[3]
Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah
Kaniska( abad peretengahan tarikh masehi) dari Agama Buddha terpecah
menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika
keluarga Kusana suku bangsa caka yang memerintah di daerah Punjab.
Dibawah pimpinannya telah dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi
yang berkumpul hanyalah mereka dari golongan Mahasangghika.[4]
Perbedaan antara golongan golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga masing-masing telah
menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri pula.Dalam
abad ke-2 Masehi tampillah Nagarjuna yang berhasil membulatkan
aliran-aliran Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang
memakai nama Mahayana sebagai lawan yang tegas dari golongan
Sthawirawada yang mereka sebut Hinayana.[5]
Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha (besar) dan yana
(kendaraan), jadi secara etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha
merujuk pada tujuan religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva
Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana (berasal dari bahasa
Sansekerta: , mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar')
adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah
pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di
India.
Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha
hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang
telah mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana
tersebut.[6]
Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran
Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama
Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai
telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat
manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti
penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah
seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk
ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan
dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu
aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat
Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat
kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi
mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup
yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk
menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha
Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap
kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi).
Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan
kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah
mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha
inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya
di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka
dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha
Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva
(makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan
Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu).
Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama - abad ke-10 Masehi.
Dari saat itu dan dalam kurun waktu beberapa abad, Mahayana
berkembang dan menyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, lalu
juga ke utara ke Asia Tengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya Jepang pada
tahun 538.
- 2. Aliran Hinayana
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal
dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa
Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk
akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari
bagaimana kata hiinayaana digunakan dalam teks Pali dan Sanskerta.
Hinayana terdiri dari hina (kecil) dan yana sering disebut sebagai
kendaraan kecil karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha
yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri
sebenarnya merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana. pengikut
aliran Hinayana tersebar mulai dari Srilanka, Burma , Thailand,
Vietnam, Kamboja, dan Laos.
Tradisi yang berkembang selama berabad-abad telah mengubah praktek
sempit aliran Hinayana yang pada awalnya hanya di tujukan untuk bikhu.
Hinayana menjadi aliran yang besar dengan di kenal ditenggah masyarakat.
Para bikhuni terus menekuni ajaran guna mencapai tingkat arhat. namun
metode baru berkembang untuk perumah tangga (umat awam) dalam
mempraktikkan ajaran Agama Budha, meskipun mereka tinggal bersama
keluarga, memiliki harta dan mengejar karir. Aliran hinayana mengajarkan
kepada pengikutnya untuk hidup sesuai ajaran, puas dengan apa yang
diperoleh, dan hidup bahagia dengan janji bahwa mereka akan terlahir
kembali di alam yang menyenangkan dalam kehidupan selanjudnya.[7]
Persebaran aliran Hinayana
Bagi aliran Hinayana beranggapan bahwa keberhasilan umat Buddha dalam
mencapai nirwana hanya dengan usaha sendiri, tanpa bantuan dari pihak
luar manapun. Aliran Hinayana di pandang lebih mendekati ajaran Buddha
yang asli, karena tidak mengenal dewa-dewa penolong yang akan membantu
setiap umat dalam mencapai nirwana.[8]
Persamaan dan perbedaan antara Mahayana dan Hinayana
1. Mengakui Buddha Sakyamuni sebagai guru agung yang telah tercerahkan.
2. Bersumber pada kitab Suci Tipitaka (Pali=Hinayana) atau Tripitaka (Sanskrit=Mahayana).
3. Mengakui bahwa keberadaan suatu individu adalah penderitaan dan menginginkan terbebas dari penderitaan ini.
4. Kebebasan hanya tercapai jika telah melenyapkan Lobha/raga, dosa/dvesa dan Moha.
5. Mengakui hukum karma/kamma yaitu hukum perbuatan siapa yang
berbuat dia yang akan menerima buah akibatnya. Percaya pada kelahiran
kembali yang sangat dekat dengan hokum karma yaitu ia yang berbuat baik
akan terlahir di alam yang bahagia demikian sebaliknya.
6. Mengakui adanya hukum sebab-musabab yang saling bergantungnan
meski menurut TH.Stcherbatsky, Ph.D mereka mempunyai interpretasi
masing-masing tetapi dalam hal ini mereka mengakui bahwa segala sesuatu
adalah bergantungan (Paticcasamuppada/pratityasamutpada).
7. Mengakui Empat Kesunyataan Mulia sebagai doktrin Buddha yang benar dan mulia.
8. Mengakui anicca/ksanika, dukkha/santana, dan anatta/anatmakam.
9. mengakui 37 Bodhipaksyadhamma/Bodhipakiyadhamma
10. Mengakui bahwa dunia ini tiada permulaan atau awal begitu pula akhirnya.
Perbedaan antara Hinayana dan Mahayana:
Perbedaan terpenting antara Mahayana dan Hinayana berpokok kepada:
1. Keanggautaan Sanggha;
2. Cita-cita dan tujuan terakhir;
3. pantheon (masyarakat dewa).
Mengenai keanggautaan Sanggha, Mahayana berpendirian bahwa
seluruh umat pemeluk agama Buddha termasuk Sanggha (maka itu dahulu
bernama Mahasangghika), jadi tidak hanya para biksu/biksuni saja.
Bukankah nirwana itu terbuka untuk setiap orang? perbedaanya hanyalah
pada jalan yang ditempuh. Bagi pendeta, jalan itu lebih pendek dan
lebih nyata, dari pada pemeluk biasa.[9]
Berhubungan dengan hal tersebut, maka tujuan terakhir Mahayana
bukanlah lagi mengejar tingkat Arhat untuk masuk Nirwana, melainkan
uintuk lebih tinggi lagi, ialah menjadi Budha (maka Mahayana disebut
pula Buddhayana, sedangkan Hinayana disebut Nirwanayana). Cita-citanya
bukanlah untuk mengecap kenikmatan bagi dirinya sendiri, melainkan untuk
mengajak dan membimbing orang lain memperoleh kenikmatan itu, yang
pokoknya mentiadakan diri sendiri.[10]
perbedaan ke-3 mengenai soal pantheon, kalau dalam Hinayana
para Buddha memang sudah di puja seperti dewa, maka dalam Mahayana
jumlah itu sangat diperbanyak, bahkan ditambah lagi dengan mereka-mereka
yang sudah menjadi calon Buddha (yaitu para Bodhisattwa). Para Buddha
dan Bodhisattwa itu di bagi lagi menjadi Dhiyani Buddha/Dhiyani
Bodhisattwa yang adanya dilangit, dan Manusi-Buddha/ Manusi-Bodhisattwa
yang turun di dunia manusia ini dan langsung membimbing umat
manusia.[11]
Perbedaan lain anrata Mahayana dan Hinayana adalah sebagai berikut:
- Dalam memandang kenyataan dunia hinayana menggunakan realisme psikologis, sedangkan Mahayana adalah idealis, implikasinya hinayana memandang penderitaan di dunia ini adalah sebuah kesunyataan sedang Mahayana menganggap hal ini sebagai sebuah ilusi.
- Hinayana menolak adanya keberadaan yang sejati di dalam fenomena dan menolak pernyataan-pernyataan metafisika, Mahayana mnegajarkan Kemutlakan yang abadi (eternal absolute).
- Mahayana menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasi dari proyeksi yang absolut, sedangkan dalam Theravada/Hinayana beliau dianggap sebagai manusia normal yang mempunyai kekuatan lebih. Mahayana memandang Buddha adalah transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi dalam Hinayana Buddha dipuja layaknya seorang guru yang membimbing ke kesucian tidak dilebih-lebihkan.
- Nibbana hanya dapat dicapai oleh usaha sendiri. Mahayana percaya bahwa nibbana dapat tercapai melalui bantuan orang luar.
- Menurut Mahayana jasa dapat ditransfer (punya parinamana) kepada orang lain, sedang hinayana tidak menyetujuinya hanya dapat menginspirasi mahkluk lain (punya anumodana).
- Menurut Hinayana Nibbana adalah tujuan tertinggi dari seseorang sedangkan Mahayana memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus dilalui sebelum mencapai Kebuddhaan.
- Nibbana adalah kebebasan terakhir dari penderitaan sedang dalam Mahayana hal ini dimengerti sebagai kesadaran akan sesuatu yang absolut. Menurut Mahayana seseorang sudah mempunyai kehidupan kebudhaan dan secara sungguh-sungguh menyadari akan hal ini.
- Hinayana bersifat rasionalistik sedangkan Mahayana bersifat ghaib. Misalnya dalam memandang mantra Mahayana mengakui adanya hal mistis dalam mantra-mantra tetapi hinayana memandang bahwa hal itu didukung oleh banyak factor misal keyakinan, kamma, dan kebersihan bathin sehingga mantra atau paritta akan mempunyai sifat mistik.
- Dalam hal bodhisatva Mahayana mengakui bahwa Bodhisatva telah mencapai penerangan sempurna seperti Avalokitesvara Bodhisatva, dalam Hinayana Bodhisatva adalah mahkluk calon Buddha yang masih menyempurnakan paramita untuk meraih penerangan sempurna.
- Dalam Hinayana mahkluk suci ada empat macam tingkatan yaitu Sottapana, Sakadagami, Anagami, Arahat. Dalam Mahayana mahkluk suci selain empat tersebut yakni Srotapana, Sakadagamin, Anagamin, Arhat juga terdapat sepuluh tingkat kesucian yaitu Dasabhumi yaitu Pramudita, Vimala, prabhakari, Archismati, Sudurjaya, Abhimukti, Durangama, Acala, Sadhumati, Dharmamegha.
- Do`a dan ritual dalam Mahayana menjadi aspek yang dipentingkan karena dapat membimbing kepada pencerahan. Berbeda dengan Hinayana yang tidak terlalu mementingkan do`a dan ritual bahkan melekat pada ritual dan do1a akan terjerumus dalam penderitaan (Silabataparamamsa)
- Pencapaian kesucian dalam Hinayana adalah dengan melenyapkan rintangan kekotoran bathin (Kilesaavarana) sedangkan dalam Mahayana pencapaian kesucian adalah dengan melenyapkan rintangan kekotoran bathin (Klesavarana) dan rintangan pengetahuan (Jneyaavarana)
- Paramita (kesempurnaan) untuk mencapai sammasambuddha dalam Hinayana berjumlah sepuluh (dasa paramita) yaitu Dana, Sila, Nekhama, Panna, Viriya, Khanti, Sacca, Adhithana, Metta, Upekha. Dalam Mahayana paramita yang ditekankan adalah enam paramita (Sad Paramita) yaitu Dana, Cila, Ksanti, Virya, Dhyana, Prajna. Kadang-kadang menjadi dasa paramita ditambah dengan Upaya-Kausalya, Pranidhana, Bala, Jnana. Penekanan pelaksanaan paramita Mahayana berdasarkan atas Karuna dan Prajna.
- Kilesa menurut Hinayana ada sepuluh yaitu Lobha, Dosa, Mana, Dithi, Vicchikicha, Thinamidha, uddhacca, Ahirika, dan Anotappa. Menurut Mahayana ada enam yaitu Raga, Pratigha, Mana, Avidya, Kudrasti, Vicikitsa.
Kesimpulan
Sebelum muncul aliran Mahayana dan Hinayana agama Buddha terpecah
menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika.
Seorang raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska
ingin menyatukan Buddha dengan dilangsungkanya Muktamar di Jalandara,
tetapi yang berkumpul hanyalah mereka dari golongan Mahasangghika.
Dengan tidak datangnya golongan Sthawiwarada memperlihatkan Perbedaan
antara golongan golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika yang
sudah sedemikian lebar, sehingga masing-masing telah menempuh jalan
sendiri dan mengalami perkembangan sendiri pula. aliran Mahasangghika,
sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai nama Mahayana sebagai
lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka sebut Hinayana.
Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha
hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang
telah mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana
tersebut. Sedangkan Hinayana, bagi aliran Hinayana beranggapan bahwa
keberhasilan umat Buddha dalam mencapai nirwana hanya dengan usaha
sendiri, tanpa bantuan dari pihak luar manapun.
Dalam pelaksanaan antara Mahayana dan Hinayana terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu mengakui bahwa Buddha adalah
tuhan mereka dan Bersumber pada kitab Suci Tipitaka. Sedangkan
perbedaannya 1. Keanggautaan Sanggha; 2. Cita-cita dan tujuan terakhir;
3. pantheon (masyarakat dewa).
DAFTAR PUSTAKA
Simkins, dkk. 2000. Simple buddhisme “Panduan menuju hidup yang senantiasa tercerahkan”. Jakarta:PT Buana Ilmu Populer
Stokes, Gillian. 2000. Seri Siapa Dia “Buddha”. Jakarta:Erlangga
Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius
Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang:
Su’ud, Abu.1988. Memahami sejarah Bangsa-Bangsa di Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
[1] Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius
Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang:hal 24
[2] Stokes, Gillian. 2000. Seri Siapa Dia “Buddha”. Jakarta:Erlangga hal 5
[3] Simkins, dkk. 2000. Simple buddhisme “Panduan menuju hidup yang senantiasa tercerahkan”. Jakarta:PT Buana Ilmu Populer hal 29
[4] Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang: 25
[5] Ibid hal 25
[6] Abu,Su’ud.1988. Memahami sejarah Bangsa-Bangsa di Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan hal 57
[7] Simkins, dkk. 2000. Simple buddhisme “Panduan menuju hidup yang senantiasa tercerahkan”. Jakarta:PT Buana Ilmu Populer hal 24
[8] Abu,Su’ud.1988. Memahami sejarah Bangsa-Bangsa di Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan hal104
[9] Soekmono, R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan. Semarang: hal 25
[10] Ibid hal25
[11] Ibid hal 25-26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar