Rabu, 30 Mei 2012

Meditasi dan Jalan Tengah


  1. 1.      Pendahuluan
Kebanyakan masalah yang dihadapi saat ini terjadi akibat pikiran yang tidak terlatih dan tidak berkembang. Telah diketahui bahwa meditasi adalah obat untuk banyak penyakit jasmani dan batin. Pakar medis dan npsikologis besar diseluruh duniamenyatakan bahwa frustasi, kecemasan, kesengsaraan, kegelisahan, ketegangan, dan ketakutan adalah penyebab dari berbagai penyakit, tukak lambung, gastritis, keluhan saraf, dan penyakit jiwa. Bahkan penyakit yang laten akan diperburuk dengan kondisi mental seperti demikian.
Aspek lain yang menonjol dari ajaran  Budha adalah penyerapan jalan Ariya Beruas Delapan sebagai suatu cara hidup yang mulia. Setiap umat Budha didorong untuk membentuk hidupnya sesuai dengan Jalan Arya Beruas Delapan seperti yang diajarkan oleh sang Budha. Ia yang menyesuaikan hidupnya selaras dengan jalan hidup yang mulia ini akan bebas dari kesengsaraan dan bencana, baik dalam masa hiudp sekarang maupun sesudahnya. Ia juga akan dapat mengembangkan pikirannya dengan mengekang kejahatan dan menjalankan kebaikan.

  1. 2.      MEDITASI
Kata meditasi berasal dari bahasa latin, meditatio, artinya hal bertafakur, hal merenungkan, memikirkan, mempertimbangkan, atau latihan atau pelajaran persiapan. Kamus Teologi menjelaskan meditasi adalah doa batin, merenungkan kitab suci, atau tema-tema rohani yang lain, bertujuan untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan dan memperoleh pemahaman atas kehendak Tuhan[1]. Sebagai seuatu bentuk doa bagi pemula, latihan meditasi langkah demi langkah akan membawa orang kepada tingkatan kontemplasi yang lebih tinggi dan sederhana.
Meditasi adalah pendekatan psikologis untuk pengembangan, pelatihan, dan pemurnian pikiran[2]. Dalam hal doa, umat Buddha mempraktikkan meditasi untuk pelatihan mental dan pelatihan spiritual. Tidak seorang pun dapat mencapai Nibbana atau keselamatan tanpa mengembangkan pikiran melalui meditasi. Sejumlah perbuatan baik saja tidak akan cukup membawa seseorang untuk mencapai tujuan akhir tanpa pemurnian mental yang sesuai. Hayalan dan emosi selalu menyesatkan manusiajikia pikiran tidak dilatih dengan benar. Seseorang yang tahu bagaimana caranya bermeditasi akan dapat mengendalikan pikirannya jika tersesatkan oleh indera-indera.
Meditasi juga berarti pengembangan batin[3]. Melalui meditasi, batin dan seluruh kehidupan kita tumbuh secara spiritual, karena kesadaran kita semakin berkembang. Kita semakin sadar akan diri kita, orang lain, dan lingkungan kita, dan akhirnya menyadari realitas itu sendiri. Kesadaran yang meningkat ini membantu kita untuk berurusan dengan situasi kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan bijak.
Menurut KBBI (2001), meditasi artinya pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Meditasi mengandung pengertian yang sama dengan tafakkur, yakni menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, memikirkan, merenung, atau mengheningkan cipta. Kamus yang sama menerangkan arti bersemadi adalah memusatkan segenap pikiran (dengan meniadakan segala hasrat jasmaniyah).
Dalam agama Buddha kata meditasi memang dipergunakan sebagaisinonim dari semadi (samadhi) dan pengembangan batin (bhavana).  “memusatkan pikiran pada satu objek yang tunggal, inilah yang disebut semadi”[4]. Semadi atau meditasi atau pemusatan pikiran dinamakan juga konsentrasi. Sebagai metode atau cara mengembangkan batin, semadi dinamakan bhavana.
Meditasi dilakukan dengan pikiran. Bagaimanapun posisi tubuh, jika pikiran berlari kesana sini dengan liar dan memikirkan objek kemelekatan, itu bukanlah yang disebut semadi. “Pikiran adalah pemimpin, segala sesuau dibentuk oleh pikiran”. Hasil meditasi berupa keadaan batin yang menunggal, dengan pemusatan pikiran yang kuat memegang objek,  dinamakan jhana (pali) atau dhyana (Skt.). istilah ini dalam bahasa Tionghoa Ch’an atau dalam bahasa Jepang Zen.
Dalam bahasa Tibet, meditasi adalah gom, yang memiliki akar yang sama dengan kata-kata yang artinya membiasakan diri[5]. Meditasi adalah membiasakan diri kita dengan sikap-sikap yang positif, realistis, dan konstruktif. Ia membangun kebiasaan baik dari fikiran.
2.1  Semadi Benar
Semadi benar didefinisikan sebagai pikiran yang baik, tepatnya yaitu kesadaran (citta) dan corak batin (cetasika) yang baik, terpusat dengan mapanpada satu objek. Pikiran yang baik atau suci lebih penting dari pada terpusat, karena meskipun terkonsentrasi, pikiran yang buruk menghasilkan semadi yang salah.
Semadi memiliki karakteristik pikiran yang tidak kacau, atau tidak terganggu, memiliki fungsi mengatasi kekacauan, menyebabkan tercapainya ketenangan. Manifestasinya tidak bergelombang. Sebab yang terdekat yang menimbulkan pemusatan pikiran adalah kebahagiaan. “dengan merasa bahagia, pikirannya menjadi terpusat”.

2.2  Tiga Faktor Semadi
Sebagai salah satu faktor dari jalan mulia berunsur delapan, semadi benar tidak terpisahkan dari daya upaya benar dan perhatian benar, karena itu ketiganya masuk dalam kelompok semadi. Buddha membenarkan petunjuk Bikuni Dhammadinna kepada upasaka Visakha, bahwa pemusatan pikiran membutuhkan syarat adanya daya upaya yang benar berupa Empat ketekunan usaha yang benar, dan ditandai perhatian berupa Empat Landasan Kesadaran. Jelas semadi adalah suatu keadaan yang positif, bukan pasif atau terhipnotis lupa diri[6].
Daya upaya benar yaitu Empat Usaha yang Benar, yang dilaksanakan dengan giat dan penuh semangat:
  1. Usaha mencegah timbulnya pikiran buruk, yang tidak menguntungkan, yang menimbulkan kerinduan dan kesesalan, dengan cara menjaga, mengawasi, dan mengendalikan semua indera.
  2. Usaha melenyapkan pikiran yang diliputi hawa nafsu yang sempat muncul, dengan mencampakkannya, mangakhirinya, mengalihkan pikiran pada sesuatu yang baru.
  3. Usaha membangkitkan atau mengembanglkan faktor penerangan sempurna, melalui ketenangan, kelepasan, pengakhiran, dengan tujuan mencapai kebebasan.
  4. Usaha mempertahankan objek konsentrasi yang telah berhasil dicapai.

Perhatian benar yaitu Empat Landasan Kesadaran, berupa perenungan terhadap:
  1. Badan jasmani
  2. Perasaan
  3. Fikiran
  4. Fenomena dharma
Terus-menerus mengamati dengan rajin, terkendali, sadar, mengatasi dorongan keinginan dan kesalahan yang timbul dalam dirinya. Pengamatan itu dilakukan secara internal, eksternal, maupun internal dan eksternal secara bersama-sama. Dalam Mahasattipatthana-sutta Buddha menyatakan, “para Biku, satu-satunya jalan yang membuat orang menjadi suci, mengatasi kesedihan dan ratapan, mengakhiri hal-hal yang menyakitkan dan penderitaan, metode yang benar, untuk merealisasi Nirwana, itulah Empat Landasan Kesadaran”.


2.3  Tiga Kelompok Satu Jalan
“Para Biku, suatu yang tidak mungkin, menguasai semadi tanpa menguasai sila. Tidak mungkin pula menguasai kebijaksanaan tanpa menguasai semadi”[7]. Semua faktor dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang dikelompokkan sebagai sila, semadi, dan kebijaksanaan, membentuk satu jalan saja. Ketiga kelompok saling bergantung, bagaikan sebuah pot berkaki tiga, yang terbalik jika langsung patah salah satu kakinya.
Ada tiga macam latihan, yaitu latihan didalam sila yang tinggi (adhisila- sikkha), kesadaran yang tinggi (adhicitta-sikkha) dan kebijaksanaan yang tinggi (adhipanna-sikkha). Seorang praktisi hidup bermoral dan terkendali menurut winayana, sempurna tingkah laku dan pergaulannya, takut melakukan pelanggaran walau kecil sekalipun, melatih dirinya dalam peraturan-peraturan berdasarkan sila. Melatih kesadaran dengan membebaskan diri dari hal-hal yang berhubungan dengan hawa nafsu, bebas dari karma-karma yang tidak baik, masuk kedalam jhana tingkat demi tingkat. Melatih kebijaksanaan dengan memahami kebenaran apa adanya, mengenai adanya duka, asal mula duka, lenyapnya duka dan jalan menuju lenyapnya duka.
Latihan kesadaran yang tinggi adalah praktik untuk mencapai ketenangan batin, dan latihan kebijaksanaan yang tinggi adalah praktik untuk mencapai pandangan terang. Kedua macam praktik ini dinamakan bhavana atau kammatthana (Thana dasar, fondasi pengembangan bain).

2.4  Tujuan dan Manfaat Semadi
Menyatukan diri dengan makhluk ghaib atau keadaan tak sadarkan diri, kehilangan daya pikir, kehilangan daya pikir sendiri, bukanlah meditasi yang dimaksud dalam agama buddha. Meditasi Buddhis juga tidak ada hubungannya dengan mistik. Mistik menjauhkan diri kita dari kenyataan, meditasi mendekatkan kita pada kenyataan. Dengan meditasi kita dapat melihat secara langsung khayalan dan halusinasi, sehingga menyadarkan kita akan berbagai bentuk kebodohan dan pandangan yang kelliru.

  • Tujuan
Berdasarkan metode yang diajarkan oleh Buddha, tujuan meditasi adalah mencapai ketenangan batin (samatha) dan pandangan terang (vipassana), dengan tujuan akhir satu-satunya untuk memperoleh keadaan batin yang tidak tergoyahkan (akuppa ceto vimutti), jaminan tertinggi untuk terbebas dari semua belenggu batin dengan mengikis habis semua kotoran batin. “orang bijaksana tekun bersemadi, selalu berusaha keras, akan mencapai nirvana, kebebasan mutlak, kebahagiaan tiada tara”[8].
Itulah tujuan akhirmeditasi, yakni Nirwana yang tercapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Dan Nirvana tidak akan tercapai tanpa semadi. Sebelum tujuan akhir ini tercapai, sebelum meninggal dunia, praktisi yang memperoleh kemajuan dalam semadi akan terlahir di alam-alam yang luhur.

  • Manfaat
Hasil latihan meditasi berupa kemajuan spiritual akan membuat hidup praktisi menjadi lebih baik. Meditasi menghasilkan kesabaran, ketenangan dan kedamaian.  Pengaruhnya terhadap keseimbangan batin keharmonian fisik, mental dan spiritual membentk praktisi untuk berpikir jernih dan menumbuhkan kecerdasan.
Meditasi berpengaruh terhadap fungsi jasmani yang bermanfaat bagi kesehatan, seperti peningkatan kebugaran dan daya tahan tubuh, hingga penyembuhan sejumlah penyakit[9].

2.5  Kemampuan Supernatural
Sejumlah Sutta mengungkapkan bahwa pemusatan pikiran menghasilkan kemampuan supernatural. Misal, Brahmajalla-sutta menguraikan adanya petapa dan Brahmana yang dapat mengingat riwayat hidupnya dan alam-alam kehidupannya yang lampau. Mahalli-sutta menjelaskan tentang Sunakkhata mendapatkan mata batin, sehingga dapat melihat berbagai bentuk yang menyenangkan, yang ada di alam dewa. Sesuai dengan pemusatan pemikiran yang dikembangkan, seseorang juga dapat memperoleh telinga batin.

2.6  Kesesuaian Jenis Watak
Pokok-pokok objek meditasidikembangkan sesuai dengan penggolongan watak manusia. Yaitu:
  • Watak yang penuh nafsu (raga-carita)
  • Watak yang penuh kebencian (dosa-carita)
  • Watak yang dungu (moha-carita)
  • Watak yang mudah percaya (saddha-carita)
  • Watak yang cerdas (buddhi-carita)
  • Watak yang spekulatif / melamun (vitakka-carita)
Penilaian watak berdasarkan sifat seseorang yang dominan, dengan memperhatikan antara lain postur, cara kerja, cara makan dan makanannya, caa melihat sesuatu, keadaan dan kelakuan yahng ditunjukkannya.[10]
2.7  Pencapaian Konsentrasi
  1. a.      Tingkatan konsentrasi
Ada tiga tingkatan konsentrasi, yaitu[11]:
  • Konsentrasi sesaat (khanika-samadhi)
  • Konsentrasi permulaan (upacara-samadhi)
  • Konsentrasi penuh (appana-samadhi)
Ketiga tingkatan konsentrasi dianggap sebagai wujud dari kesucian pikiran, karena dikenali dari tiadanya lima rintangan batin, apakah untuk sementara waktu saja atau untuk waktu yang lebih lama sebagaimana yang diinginkan.

  1. b.      Gambaran Batin
Gambaran batin menunjukakan tigkat perkembangan perenungan pada suatu objek, yang dibedakan atas:
  • Gambaran batin selama pembacaan
  • Gambaran batin tercapai
  • Gambaran batin terkendali

  1. c.       Faktor-Faktor Jhana
Jhana merupakan keadaan batin diluar aktivitas panca indera. Aktivitas panca indera berhenti, tidak muncul kesan-kesan yang datang dari semua indera itu, namun kesadaran tetap terpelihara, dan batin tetap aktif.
Dalam meditasi pandangan terang tidak diperlukan jhana. Orang yang melakukan vipassana-bhavana harus memulai dari konsentrasi permulaan sampai ia memiliki kebijaksanaan yang sempurna. Dengan itu ia dapat mengembangkan gambaran batin, dan mengakhiri proses tumimbal-lahir.

2.8  Rintangan Konsentrasi
  1. a.      Lima rintangan Batin
Terdapat liima rintangan berupa kotoran batin, yang terdiri dari:
  • Nafsu keinginan akan objek indra yang menyenangkan
  • Niat atau kemauan jahat, dendam
  • Kemalasan dan kelesuuan
  • Kegelisahan dan kelesuan
  • Keraguan

  1. b.      Rintangan Pandangan Terang
Yang menghambat perkembangan pandangan terang terdiri dari:
  • Sinar-sinar gemerlapan, kegiuran, ketenagan, kebahagiaan, keyakinan yang membawa gairah, usaha, ingatan yang tajam, pengetahuan langsung, keseiimbangan batin, perasaan puas terhadap objek-objek.

2.9  Praktik Meditasi
  1. a.      Persyaratan Internal Meditator
  • Memiliki sila
  • Menghilangkan berbagai rintangan fisik, yaitu kehawatiran
  • Mendekati guru dengan cara yang benar, hormat dan percaya terhadap guru, memberitahukan apa yang kita inginkan darinya
  • Mempelajari sifat semadi yang baik
  • Memilih tempat atau lingkungan untuk latihan meditasi, sesuai dengan watak praktisi
  • Mempunyai objek semadi yang sesuai dengan watak masing-masing yang dominan
  • Melenyapkan rintangan-rintangan kecil
  • Menimbulkan, mempertahannkan dan mengembangkan gambaran batin

  1. b.      Persyaratan Eksternal Meditator
Terdapat tujuh hal yang dapat membantu seorang meditator agar ia berhasil melaksanakan meditasinya, yaitu:
  • Tempat tinggal yang pantas
  • Wilayah yang pantas
  • Pembicaraan yang pantas
  • Makanan yang pantas
  • Orang-orang yang pantas
  • Iklim yang pantas
  • Posisi tubuh yang pantas

  1. c.       Persiapan Meditasi
Latihan meditasi dimulai dengan pengertian yang benar, pikiran yang bersih, i’tikad yang baik dan tekad yang kuat. Setelah memilih subjek meditasi, praktisi mengundurkan diri ketempat yang tenang dan nyaman. Lingkungan yang sunyi tidak memberi arti tanpa kesunyian dalam diri praktisi, dan tempat yang ramai bisa jadi tidak emnjadi masalah bagi mereka yang tenang pikirannya.
Pemula sebaiknya tetap bermeditasi ditempat yang sama, tidak berpindah-pindah tempat. Hingga pada waktu yang sama, biasanya pagi atau malam hari, ketika pikiran segar, aktif, dan keadaan fisik tidak lelah, tidak juga lapar. Lama meditasi kira-kira sepanjang waktu yang dibuthkan oleh sebatang dupa hingga terbakar habis, paling tidak dua puluh hingga tiga puluh menit.

  1. d.      Posisi Tubuh
Meditasi duduk seperti pada praktik za-zen (za duduk bersila,  zen meditasi), bisa di dahului dengan beberapa gerakan latihan pendahuluan.
Praktisi yang memilih posisi berdiri, menempatkan kakinya sedikit renggang. Kedua tangan didepan tubuh, tangan kanan memegang tangan kiri. Keseimbangan tubuh harus dijaga supaya batin tenang.
Meditasi cara berjalan disebut cankamana. Pemula berjalan perlahan-lahan agar dapat mengembangkan perhatian kesadaran (satti). Terdapat beberapa cara berjalan yaitu:
  • Berjalan dengan menghitung langkah kaki.
  • Berjalan dengan menyadari langkah maju, mundur, kekiri dan kekanan. Menyadari gerakan kaki kanan sewaktu kaki kanan melangkah, kaki kiri sewaktu kaki kiri melangkah. Gerakan setiap tangan pada waktu berjalan juga harus disadari.
  • Berjalan dengan menggunakan objek meditasi gambaran tubuh, seolah-olah melihat tubuh sendiri, dan mengamati seluruh kegiatan atau gerakan tubuh.

Posisi berbaring dilakukan dengan tubuh rebah kearah kanan, dengan kaki kiri diatas kaki kanan, seperti posisi tubuh Buddha Gotama disaat pari nirwana. Posisi arah sebaliknya juga dimungkinkan, yang penting bagaimana pikiran dapat diarahkan.

  1. 3.      JALAN ARIYA BERUAS DELAPAN (Jalan Tengah)
Jalan Arya Beruas Delapan (Kebenaran ARYA Keempat) adalah suatu rumus yang sistematik dan lengkap untuk lepas dari ketidakpuasan dan mencapai kebahagiaan sejati. Jalan ini berisi segala sesuatu yang diperlukan untuk kehidupan yang mulia, kejernihan pemahaman, dan pencapaian kebijaksanaan, yang menghindari ekstrem pemanjaan diri maupun penyaksian diri. Kedelapan faktor Jalan AriyA Beruas Delapan dapat dibagi kedalam tiga aspek diantaranya sebagai berikut:
3.1 Disiplin Moral (Sila):
  1. Perkataan Benar
  2. Perbuatan Benar
  3. Penghidupan Benar

3.2 Pengembangan Bathin (Samhadi):
  1. Usaha Benar
  2. Perhatian Benar
  3. Konsentrasi Benar
3.3 Kebijaksanaan (Panna):
  1. Pandangan Benar
  2. Kehendak Benar
Penjelasan
  1.                                 i.            Perkataan Benar
Kita seharusnya berusah memperhatikan dan menghargai sifat-sifat baik dan pencapaian orang lain dan alih-alih melepaskan kemarahan atau rasa frustasi kita kepada mereka. Kita dapat saling memberikan dukungan moral, penghiburan kala duka, dan berbagi Dhamma. Perkataan adalah alat ampuh untuk mempengaruhi orang lain. Ketika ucapan digunakan dengan bijaksana, banyak yang akan mendapat manfaat. Perkataan Benar adalah menghindari[12]:
  1. Berbohong
  2. Memfitnah
  3. Berkata kasar
  4. Obrolan kosong
Kita seyogyanya:
- Memberikan pujian yang tepat.
- Mengkritik hanya yang bersifat membangun.
- Menyebarkan kebenaran.
- Menyampaikan ucapan yang menyembuhkan.
- Bisa tetap diam bila diperlukan.

  1.                               ii.            Perbuatan Benar[13]
                        Latihan Perbuatan Benar meliputi menghargai kehidupan, kepemilikan, dan hubungan pribadi pihak lain. Latihan ini membantu mengembangkan watak kendali diri dan berperhatian terhadap hak-hak makhluk lain. Perbuatan Benar adalah menghindari:
-          Membunuh.
-          Mengambil yang tidak diberikan.
-          Melakukan perbuatan asusila.
                        Perbuatan Benar termasuk juga tindakan jasmani yang membawa manfaat bagi pihak lain. Ini termasuk menolong dan menyelamatkan makhluk lain dari bahaya atau penderitaan.

  1.                             iii.            Penghidupan Benar[14]
                        Penghidupan Benar berarti berpencaharian dengan tidak merugikan makhluk lain. Dalam memilih pekerjaan, kita seharusnya menghargai kehidupan dan kesejahteraan semua makhluk.
                        Ada lima jenis mata pencaharian yang Buddha anggap sebagai cara-cara yang tidak menghargai kehidupan. Kelimanya seharusnya dihindari karena menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan pihak lain, at  upun menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Mata pencaharian yang seharusnya dihindari adalah:
-          Berdagang senjata.
-          Berdagang hewan untuk disembelih.
-          Berdagang budak dan pelacuran.
-          Berdagang minuman keras.
-          Berdagang racun.

  1.                             iv.            Usaha Benar
                        Usaha diperlukan untuk menanam kebijakan atau mengembangkan batin kita, karena kita sering lalai atau tergiur untuk mengambil jalan keluar yang gampang. Buddha mengajarkan bahwa pencapyan kebahagiaan sejati dan pencerahan tergantung pada usaha kita sendiri.
                        Usaha adalah akar dari segala pencapaian. Jadi, tak peduli betapa besar pencapaian Buddha, atau betapa hebatnya ajaran Buddha, kita harus menjalankan ajaran tersebut secara nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ada empat jenis Usaha Benar yang perlu dijalankan:[15]
  1. Usaha untuk mencegah munculnya pikiran buruk (ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin).
  2. Usaha untuk melepaskan pikiran buruk yang telah muncul.
  3. Usaha untuk mengembangkan pikiran baik (kedermawanan, Cinta Kasih, dan Kebilaksanaan).
  4. Uasaha untuk memelihara pikiran baik yang telah muncul (sekalipun ketika tidak diperhatikan oleh orang lain).

  1.                               v.            Perhatian Benar
                        Perhatian murni (sati) adalah paktor penting dalam kehidupan lain sehari-hari kita. Ini adalah faktor mental yang membuat kita mampu mengingat serta menjaga kesadaran dan perhataian kita pada apa-apa yang bermanfaat dalam hal pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sebagai contoh, ketika kita bangun pada pagi hari, kita bisa bertekad, “Hari ini sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak merugikan makhluk lain dan akan membantu mereka.” Perhatian murni akan membantu mempertahankan pemikiran tersebut  dalam pikiran kita sepanjang hari, dan menyadarkan kita apakah perbuatan sehari-hari kita sesuai dengan niat tadi. Pikiran harus selalu sadar akan apa yang terjadi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
                        Melatih Perhatian Benar diperlukan untuk mencapai Kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran harus terkendalikan dan terlindungi dari kekacauan. Keserakahan dan kemarahan harus dihindari dengan sadar. Perhatian diberikan pada pikiran karena melalui pikiran segala sesuatu dicerna, ditafsir, dan dipahami. Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati, pikiran yang tidak disiplin pertama-tama harus dikendalikan. Menaklukan pikiran berarti menaklukan dunia.

  1.                             vi.            Konsentrasi Benar
                        Meditasi adalah proses bertahap untuk melatih pikiran agar agar terpusat pada suatu objek tunggal, dan tak tergoyahkan pada objek tersebut. Objek konsentrasi bisa berupa hal materi seperti bunga atau non materi seperti cinta kasih. Bahkan jika kita berlatih Meditasi selama lima belas menit setiap hari, kita akan mulai merasakan manfa’atnya. Latihan meditasi yang teratur akan membantu kita untuk mengembangkan pikiran yang tenang dan terousat, serta menyiapkan kita untuk pada akhirnya mencapai kebijaksanaa dan pencerahan.[16]

  1.                           vii.            Pandangan Benar[17]
                        Pandangan Benar atau Pengertian Benar adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan-Nya sebagaimana tampaknya. Untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, kita harus mengamati diri kita sendiri dan sekitar dengan cermat, menyelidiki arti sebenarnya dari yang diamanati. Pandangan Benar adalah pengetahuan sejati akan segala sesuatu yang direalisasikan oleh diri sendiri melalui praktik.
                        Sikap menyalidiki akan menalaah penting untuk mencapai Pandangan Benar. Buddha mengajarkan kepada kita untuk tidak percaya begitu saja pada desas-desus, tradisi, atau kewenangan sebagai kebenaran. Melainkan untuk menimbang kebenaran dengan pengalaman kita sendiri yang objektif dan adil. Buddha mengajarkan, seperti halnya orang bijaksana yang tidak menerima begitu saja bahwa setiap yang berkilau keemasan adalah emas., tetapi mengujinya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita mestinya tidak menerima begitu saja apa yang didengar tanoa mengujinya dengan pengalaman kita sendiri.
                        Meskipun demikian, dalam mencari kebenaran, kita bisa saja menilik ajaran Buddha sebagai acuan bantu. Ini adalah langka pertama menuju pengembangan Pandangan Benar. Kita segiyanya mendengar dan mempelajari ajaran Buddha dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Akan tetapi, mendebgarkan ajaran Buddha saja tidaklah cukup, kita juga harus memperhatikan dan sungtguh-sungguh mencoba untuk menjalaninya,
                        Buddha berkata bahwa mwngembangkan Pandangan Benar adalah seperti orang buta yang matanya tercelikkan, seluruh sikapnya terhadap hal-hal yang semula disukai atau ttidak disukai akan berubah karena telah mampu melihat semuanya dengan tepat.

  1.                         viii.            Kehendak Benar[18]
                        Kehendak atau pikiran akan mempengaruhi perkataan dan perbuatan kita. Jika kita berkata atau bertindak atau berdasarkan pikiran yang tamak atau penuh amanah. Maka kita akn berkata atau bertindak dengan salah, akibatnya kita akan menderita. Sangatlah penting untuk memurnikan pikiran, jika kita betul-betul berminat memperbaiki tingkah laku kita. Kehendak Benar mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk kebaikan diri kita sendiri dan semua makhluk.
                        Kehendak Benar berarti menghindari nafsu keinginan dan niat buruk, dan membangkitkian pikiran tentang melepaskan kemelekatan. Mengembangkan Cinta Kasih dan Walah Asih. Nafsu keinginan harus dihindari karena tidak akan pernah terpuaskan dan mengarahkan pada tindakan yang keliru. Pikiran yang tidak melekat akan menyingkirkan nafsu keinginan, sementara Cinta Kasih dan Walah Asih akan mengenyahkan niat buruk.


DAFTAR PUSTAKA
v  Mukti, Krishnanda wijaya. Wacana Buddha-Dharma. Yayasan Dharma Pembangunan.  cet.III Jakarta: 2006

v  Dhammananda, Sri. Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karania. Cet.V Jakarta:  2007

Jadilah Pelita Ajaran Universal Buddha. Yayasan Penerbit Karania dan Ehipassiko Foundation. Jakarta : 2005




[1] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha Darmha, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta. Hal 212

[2] Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha, Yayasan Penerbit Karaniya, hal 295

[3] Terjemahan be a Lamp Upon Yourself, dsb. Jadilah Pelita Ajaran Universal Buddha. Hal 227

[4] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha Darmha, Yayasan Dharma Pembangunan, Jakarta. Hal 213

[5] Ibid, Hal 213

[6] Ibid. Hal 216

[7] Ibid. Hal 217

[8] Ibid., hal. 218

[9] Ibid., hal. 219

[10] Ibid., hlm 225

[11] Ibid., hlm 227

[12] Terjemahan be a Lamp Upon Yourself, dsb. Jadilah Pelita Ajaran Universal Buddha. Hal 35

[13] Ibid.,hlm36.

[14] Ibid.,Ihlm 37.

[15] Ibid.,hlm 38

[16] Ibid.,hlm 41

[17] Ibid.,hlm 42

[18][18][18] Ibid.,hlm 44-45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar