Setiap agama pasti memiliki konsep tentang alam dan manusia,
begitu juga dengan agama Buddha yang sedang kita pelajari pada semester
empat ini.Setiap agama memiliki perbedaan pemahaman tentang konsep alam
dan manusia.
Pendapat buddha tentang terjadinya alam ini yaitu wujud ini
disebabkan oleh peredaran yang terus menerus secara natur, yang tidak
ubahnya dengan peredaran mata rantai tidak diketahui mana yang awal dan
mana yang akhir, satu sama lain hajat menghajatkan, bukan oleh karena
adanya yang mewujudkan dan mengatur wujud ini. Demikianlah keterangan
Myasein dalam ceramahnya tentang budha di Birma. Budha member contoh
dengan terjadinya manusia. Manusia terjadi dari beberapa unsur, bukan
karena adanya khalik yang tertentu bagi unsur-unsur ini ,tapi hanyalah
semata-mata karena adanya pertemuan antara satu unsur dengan unsur lain.
Pertemuan ini menghasilkan sesuatu yang baru, yang kemudian bertemu
pula dengan sesuatu yang lain, lalu terjadi pulalah yang barulagi.[1]
Ketika kita membicarakan manusia dalam agama Buddha maka kita akan
bertemu dengan etika (catur paramita dan catur mara), yang menjelaskan
sifat yang baik dan buruk yang melekat pada manusia itu sendiri. Karena
seperti kita ketahui agama Buddha itu agama yang mengajarkan tentang
etika.Maka makalah ini dibuat untuk menjelaskan hal itu.
- B. KONSEPSI TENTANG ALAM DAN MANUSIA
- a. Konsep Tentang Alam
Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca).
Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik,
selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam
pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma, yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).[2]
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan
yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan
immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada
pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran
Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan
tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk
kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh
perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar.
Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud
yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari
yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti
halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala
kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul
dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu
ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan kata sankhata adalah sankhara yaitu
saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya.
Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan
menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan
menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah
sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.
- Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
- Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan[3], yaitu :
- Kamaloka/Kamabhumi; yaitu ada 11 macam alam kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh panca-indriya.
- Rupaloka/Rupabhumi; yaitu ada 16 macam alam kehidupan yang mempunyai Rupa-Jhana.
- Arupaloka/Arupabhumi; yaitu ada 4 macam alam kehidupan yang mempunyai Arupa-Jhana.
- KAMALOKA/KAMABHUMI itu dibagi dalam dua bagian yaitu :
Empat alam kehidupan yang disebut Apaya-Bhumi atau Duggati-Bhumi
dan tujuh alam kehidupan yang disebut Sugati-Bhumi atau
Kamasugati-Bhumi. Jadi keseluruhannya berjumblah sebelas macam alam
kehidupan yang masih senang dengan napsu-birahi dan terikat oleh
panca-indriya, yaitu :
v Empat macam Apaya-Bhumi adalah sebagai berikut :
- Niraya-Bhumi/Yoni; yaitu alam neraka yang keadaannya sangat menyedihkan, dan hanya sementara, tidak abadi.
- Tiracchana-Bhumi/Yoni; yaitu alam binatang
- Peta-Bhumi/Yoni; yaitu alam setan
- Asurakaya-Bhumi/Yoni; yaitu alam raksasa Asura
Inilah yang disebut empat macam dari Apaya-Bhumi, yang merupakan
alam neraka, tempat tumimbal-lahir yang paling tidak menyenangkan, yang
keadaannya lebih rendah dari alam kemanusiaan.
Penjelasan 4 macam Apaya-Bhumi.
- Yang disebut Niraya-Bhumi atau Nikaya, karena di alam ini tidak terdapat kesenangan dan kebahagiaan. Niraya-Bhumi ini terbagi lagi beberapa kelompok alam, diantaranya yang disebut 8 macam Maha-Neraka, yaitu : (1)Sanjiva-Naraka, (2) Kalasuta-Naraka, (3) Sanghata-Naraka, (4) Roruva-Naraka, (5) Maharorupa-Naraka, (6) Tapana-Naraka, (7) Mahatapana-Naraka, (8) Avica-Naraka. Catatan : Dewadatta bersemayam di alam Avica-Naraka ini. Perbuatan buruk yang bisa terlahir di Alam Neraka ini, apabila :
1.Suka mencelakakan orang atau membunuh Bhikkhu, Samanera, atau
Bhikkhuni dan Samanera, dan umat yang taat terhadap agama. Juga
pekerjaan sebagai Algojo.
- Dengan kekuasaannya memeras, menganiaya, dan membunuh mahluk-mahluk hidup.
- Suka berkorupsi, mencari keuntungan berupa uang yang bertentangan dengan kebenaran, menyelewengkan uang penyebaran agama, menyebarkan agama yang salah, mencuri harta-benda kepunyaan orang tua, guru, sangha, dan lain-lain.
- Dengan sengaja membakar kota, tempat ibadah, rumah, kantor, merusak candi-candi, dan lain-lain.
- Anti agama, tidak percaya Hukum Kesunyataan dan Hukum Kebenaran lainnya.
- Membunuh orang tua sendiri, Arahat, melukai seorang Buddha dan memcah-belah Sangha.
- Menggugurkan kandungan, misalnya setelah tahu benar mengandung dua atau tiga bulan, lalu digugurkan.
- Suka berzina, suka mengadakan hubungkan kelamin denga suami atau istri orang lain, suka memcah-belah kerukunan suami-istri orang lain, atau merebut suami atau istri orang lain untuk dijadikan teman hidup.
- Yang disebut Tiracchana-Bhumi atau Tiracchana-Yoni, karena mahluk-mahluk yang berdiam di Alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus. Mahluk binatang ini terbagi dua kelompok, yaitu :
- Kelompok mahluk binatang yang dapat dilihat dengan mata biasa.
- Kelompok mahluk binatang yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Terdapatlah 4 kelompok mahluk binatang yang tidak berkaki dan berkaki, yaitu :
(1). APADITIRACCHANA : Adalah kelompok mahluk binatang
yang tidak mempunyai kaki, seperti ular, ikan, dan lain-lainnya.
(2). DVIPADATIRACCHANA : Adalah kelompok mahluk binatang yang
mempunyai dua kaki, seperti ayam, bebek, burung dan lain-lainnya.
(3). CATUPADATIRACCHANA : Adalah mahluk binatang yang mempunyai
empat kaki, seperti kerbau, sapi, babi, kambing, dan lain-lainnya.
(4). BAHUPPADATIRACCHANA : Adalah kelmpok mahluk binatang
yang mempunyai banyak kaki, seperti ulat bulu, kelabang lipan, dan
lain-lainnya.
c. Yang disebut Peta-Bhumi atau Peta-Yoni, karena mahluk yang berdiam di Alam ini jauh dari kesenangan dan kebahagiaan.
Maka mahluk setan ini terbagi dalam beberapa kelompok, diantaranya
terdapat kelompok setan yang tersebut dalam kitab Vinaya dan
Lakkhanasamyuta terdapat 21 macam Peta, yaitu :
- ATTHISANKHASIKA-PETA : Adalah setan yang mempunyai tulang bersambumg, tetapi tidak berdaging.
- MANSAPESIKA-PETA : Adalah setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi tidak mempunyai tulang.
- MANASAPINADA-PETA : Adalah setan yang mempunyai daging berkeping-keping.
- NICACHAVIPARISA-PETA : Adalah setan yang tidak mempunyai kulit.
- ASILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu tajam.
- SATTILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti tombak.
- USULOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu panjang seperti anak panah.
- SUCILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti jarum.
- DUTIYASUCILOMA-PETA : Adalah setan yang berbulu seperti jarum jenis yang kedua.
10. KUMEBHANDA-PETA : Adalah setan yang mempunyai buah kemaluan yang sangat besar.
11. GUTHAKUPANMUGGA : Adalah setan yang bergelimpangan dengan kotoran.
12. GUTHAKHADAKA-PETA : Adalah setan yang makan kotoran.
13. NICACHAVITAKA-PETA : Adalah setan perempuan yang tidak mempunyai kulit.
14. DUGAGANDHA-PETA : Adalah setan yang berbau sangat busuk.
15. OGILINI-PETA : Adalah setan yang badannya seperti bara api.
16. ASISA-PETA : Adalah setan yang tidak mempunyai kepala.
17. BHIKKHU-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhu.
18. BHIKKHUNI-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Bhikkhuni.
19. SIKHAMAN-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti pelajar wanita/calon Bhikkhuni.
20. SAMANERA-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Samanera.
21. SAMANERI-PETA : Adalah setan yang berbadan seperti Samaneri.
Di Alam setan ini. Bila seseorang Bhikkhu atau Bhikkhuni yang tidak
mentaati Dhamma-Vinaya (Sila) ia akan dilahirkan di Alam setan ini,
setelah kematiannya dari Alam Manusia. Ia akan menjadi Bhikkhu-Peta atau
Bhikkhuni-Peta, yang ada kalanya berdiam dibawah pohon dan di
tempat-tempat lain.
- Yang disebut Asurakaya-Bhumi atau Asura-Yoni, karena mahluk
yang berdiam di Ala mini jauh dari kemuliaan, kebebasan dan kesenangan. Pembagian mahluk Asura ini ada 3 maca, yaitu :
- DEWA-ASURA : Adalah kelompok Dewa yang disebut Asura.
- PETA-ASURA : Adalah kelompok setan yang disebut Asura.
- NIRAYA-ASURA: Adalah kelmpok mahluk Neraka yang disebut Asura.
Catatan :
Menurut kitab Milida-Panha, diakatakan terdapat 4 macam Alam setan, yaitu :
- VANTASIAKA, yang hidup dari muntahan saja.
- KHUPPIPASINO, yang lapar dan haus.
- NIJJHAMA TANHIKA, yang menderita haus.
- PARADATTUPAJIVINO, yang hidup dari pemberian mahluk-mahluk lain.
Alam setan tersebut pada bagian 4, adalah merupakan hasil
kebaikan yang telah dilakukan atas namanya sendiri didalam kehidupan
yang lalu, dan ini dapat juga berubah kedalam keadaan yang lebih baik.
v Tujuh macam Sugati-Bhumi atau Kamasugati-Bhumi adalah sebagai berikut :
- MANUSSA-BHUMI : yaitu Alam Manusia.
- CATUMMAHARAJIKA-BHUMI : yaitu, Alam emapt Dewa Raja.
- TAVATIMSA-BHUMI : yaitu, Alam Tigapuluh tiga Dewa.
- YAMA-BHUMI : yaitu, Alam Dewa Yama.
- TUSITA-BHUMI : yaitu, Alam Kenikmatan.
10. NIMMANARATI-BHUMI : yaitu, Alam Dewa yang menikamati ciptaannya.
11. PARANIMMITA-VASAVATTI-BHUMI : yaitu, Alam Dewa yang membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lainnya.
Penjelasan dari 7 macam Sugita-Bhumi atau Kamasugista-Bhum
- Yang disebut Manussa-Bhumi, karena mahluk yang disebut Manusia adalah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, yang berguna dan yang tidak berguna, yang berfaedah dan yang tidak berfaedah dan lain sebagainya.
Para Bodhisattva lebih suka alam manusia ini, karena merupakan lapangan yang paling baik untuk melaksanakan Paramita.
- Yang disebut Catumaharajika-Bhumi, karena di alam ini berdiam empat Dew raja, yang menjaga keempat penjuru alam, dan masing-masing bernama : (1). DAVADHATARATTHA, (2). DAVAVIRULAKA, (3). DAVAVIRUPAKKHA, (4). DAVAKUVERA.
Hruslah diketahui , bahwa Catumaharajika-Bhumi ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
- BHUMAMATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas tanah. Seperti di gunung, sungai, laut, rumah, Cetiya, vihara dan lain-lain.
- RUKAKHATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam diatas pohon. Dewa ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu, Dewa yang mempunyai Khayangan diatas pohon, dan kelompok Dewa yang tidak mempunyai Khayangan diatas pohon.
- AKASATTHA-DEVATA : Adalah para Dewa yang berdiam di Angkasa. Seperti berdiam dibulan, bintang, planet dan lain-lain.
- Yang disebut Tavatimsa-Bhumi, karena dahulu kala ada sekelompok pria yang berjumlah 33 orang yang selalu bekerja sama dalam berbuat kebaikan. Seperti bersama-sama membantu fakir miskin, bersama-sama membangun Vihara, dan lain-lainnya. Sewaktu mereka meninggal dunia semuanya terlahir dalam satu alam, yang disebut Tavatisma-Bhumi, yaitu alam Tigapuluh tiga Dewa.
Perlu juga untuk diketahui, bahwa di keempat penjuru alam ini,
terdapatlah delapan sorga di setiap penjurunya, dan di tengah-tengahnya
adalah kedudukan dari Dewa Indriya yang memimpin jalan untuk mencapai
tingkat Buddha.
- Yang disebut Yama-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di Alam ini, terbebas dari kesulitan dan hanyalah kesenangan saja.
- Yang disebut Tusita-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di ala mini terbebas dari kepanasan hati, yang ada hanyalah kesenangan dan kenikamatan.
Para Bodhisattva yang telah menyempurnakan paramita-paramita,
berkedudukan didalam alam ini, sampai tiba waktunya untuk muncul di alam
manusia guna mencapai tingkat Buddha.
Demikian pula, Buddha yang akan dating ke dunia ini (Maitreya), kini Beliau berkedudukan di alam Tusita ini.
- Yang disebut Nimmanarati-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini menikmati kesenangan panca-indriya hasil ciptaannya sendiri.
- Yang disebut Paranimmita-Vasavatti-Bhumi, karena para Dewa yang berdiam di alam ini, disamping menikmati kesenangan panca-indriya dan juga mampuh membantu menyempurnakan ciptaan dari Dewa-Dewa lain.
Karena alam Dewa ini adalah yang tergolong mahluk yang badanya
terdiri dari unsur yang lebih halus daripada unsur-unsur badan manusia.
Mereka juga tidak kekal keadaannya, juga tidak luput dari kelahiran dan
kematian. Didalam beberapa hal mereka melebihi manusia, tetapi dalam
bidang kebijaksanaan mereka tidak mengatasi manusia.
Mahluk-mahluk Dewa ini mempunyai cara kelahiran yang spontan atau langsung timbul bila mereka cukup umurnya.
Kesebelas alam ini adalah yang disebut KAMALOKA atau KAMA-BHUMI,
yaitu kehidupan yang masih diliputi oleh perasaan.
- RUPALOKA/RUPA-BHUMI, adalah tempat tinggalnya Rupa-Brahma, dan Rupaloka/Rupa-Bhumi ini terdiri 16 alam kehidupanm yaitu :
- Pathama Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana pertama :
12. Brahma Parisajja : ialah alam pengikut-pengikut Brahma.
13. Brahma Purohita : ialah alam para mentrinya Brahma.
14. Maha Brahma : ialah alam Brahma yang besar.
- Dutiya Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana kedua :
15. Brahma Parittabha : ialah alam para Brahma yang kurang bercahaya.
16. Brahma Appamanabha : ialah alam para Brahma yang tidak terbatas cahayanya.
17. Brahma Abhassana : ialah alam para Brahma yang bergemerlapan cahayanya.
- Tatiya Jhana Bhumi, yaitu ada 3 alam kehidupan Jhana ketiga :
18. Brahma Parittasubha : ialah alam para Brahma yang kurang auranya.
19. Brahma Appamansubha : ialah alam para Brahma yang tidak terbatas auranya.
20. Brahma subhakinha : ialah alam para Brahma yang auranya penuh dan tetap.
- Catutha Jhana Bhumi, yaitu ada 7 alam khidupan Jhana keempat :
21. Brahma Vehapphala : ialah alam para Brahma yang besar pahalanya.
22. Brahma Asannasatta : ialah alam para Brahma yang kosong dari kesadaran (yang tidak bergerak)
Selanjutnya alam-alam dari Jhana keempat ini dinamai alam AUDDHAVASA
yang terdiri atas 5 alam kediaman yang murni, dan alam kehidupan ini
adalah khusus untuk para Anagami, yaitu :
23. Brahma Aviha : ialah kediaman para mahluk yang tidak bergerak.
24. Brahma Atappa : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang suci.
25. Brahma Sudasa : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang indah.
26. Brahma Sudasi : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang terang.
27. Brahma Akanittha : ialah alam kediaman para mahluk/Brahma yang luhur.
Hanya mereka yang mengembangkan Jhana-Jhana, akan terlahir nanti di
alam-alam yang lebih tinggi. Demikian pula para penganut ajaran Buddha
Gotama yang telah mengembangkan Jhana pertama, kedua, ketiga, atau
keempat akan terlahir kemabali nanti di alam-alam yang sesuai dengan
pencapaian Jhananya masing-masing.
Di alam yang ke-22, yaitu Asannasastta, disini tidak ada kesadaran,
tetapi hanya ada materi. Pikiran untuk sementara waktu lenyap
(mengendap), sedangkan kekuatan dari Jhana berlangsung terus. Alam
Suddhavasa adalah tempat para Anagami. Umumnya dalam tingkatan
pertama/permulaan mereka tidak dilahirkan disini. Mereka yang mencapai
tingkat Anagami didalam kehidupan di dunia, setelah meninggal dunia,
mereka akan lahir di kediaman ini dan tetap tinggal disini sampai mereka
mencapai tingkat Arahat.
- ARUPALOKA/ARUPA BHUMI, adalah tempat tinggalnya Arupa-Brahma, dan pada Arupa-Bhumi ada 4 alam kehidupan, yaitu :
28. Akasanancayatana : ialah keadaan konsepsi ruangan yang tanpa batas.
29. Vinnacayatana : ialah keadaan konsepsi kekosongan.
30. Nevasannanasannayatana : ialah keadaan konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapan.
Perbedaan antara RUPA-BRAHMA dan ARUPA-BRAHMA yaitu :
Rupa-Brahma : berarti Brahma-Bermateri, yaitu Brahma yang mempunyai lima kelompok kehidupan atau pancakhandha.
Arupa-Brahma : berarti Brahma yang tidak bermateri, yaitu
Brahma yang hanya mempunyai kelompok Rohaniah (Nama-Khandha), yakni
kelompok perasaan (Vedana-Khandha), kelompok pencerapan (Sanna-Khandha),
kelompok bentuk pikiran (Sankhara-Khandha), dan kelompok kesadaran
(Vinnana-Khandha). Tetapi “tidak” mempunyai kelompok jasmani atau materi
(Rupa-Khandha).
Ada Brahma yang tidak mempunyai kelompok Rohaniah (Nama-Khandha),
yaitu Brahma-Asannasatta (alam kehidupan no.16), hanya mempunyai Rupa
atau Materi, tetapi tidak mempunyai Nama atau Rohani.
Catatan :
- 4 alam APAYA ditambah 7 Alam KAMASUGATI disebut 11 Alam KAMA.
- 16 Alam RUPA ditambah 4 Alam ARUPA disebut 20 Alam Brahma.
- 7 Alam KAMASUGATI ditambah 20 Alam Brahma disebut 27 Alam SUGATI, yaitu 27 Alam kehidupan yang menyenangkan.
- 4 Alam APAYA juga disebut 4 Alam DUGGATI, yaitu 4 Alam kehidupan yang menyedihkan.
- 27 Alam SUGGATI ditambah 4 Alam DUGGATI disebut 31 Alam kehidupan
Didalam kitab Abhidhammattha Sangha, disebutkan tentang batass
atau jangka waktu mengenai umur dari kehidupan di alam-alam itu.
Kehidupan mahluk-mahluk di alam Apaya atau di alam Neraka, yakni 4 Alam
yang menyedihkan, dan di alam manusia, adalah tidak mempunyai jangka
waktu yang tertentu.
Sedangkan kehidupan dari para Dewa, seperti di Alam empat Dewa Raja
mempunyai jangka umru 500 tahun kahayangan. Jika ini dihitung dengan
tahun biasa, seperti dalam dunia kita ini, adalah sebanyak 9 juta tahun.
Selanjutnya jangka waktu kehidupan di Alam 33 Dewa adalah 2 kali jumlah
kehidupan di Alam empat Dewa Raja.
Demikianlah seterusnya, di alalm Dewa yang lebih tinggi selalu 2 kali
jumlah jangka waktu kehidupan dari alam yang dibawahnya. Jangka waktu
kehidupan di Alam Brahma dan alam-alam diatasnya, adalah dihitung dengan
Kappa, Asankheyya Kappa dan Maha Kappa. Di ala mini, jangka waktu
kehidupan 2 kali jangka kehidupan dari alam yang dibawahnya ada yang
tidak.
Bagan/Schema Tiga puluh satu alam
LOKA/BHUMIMI
Keterangan
Batas Umur
31.Nevasana Nasannayatana
30.Akincannayatana
29.Vinnanancayatana
28.Akasanancayatana
84 .000 Maha Kappa
60 .000 Maha Kappa
40 .000 Maha Kappa
20 .000 Maha Kappa
Catutha Jhana
Suddhavasa
27. Akinittha
26. Suudassi
25. Sudassa
24. Atappa
23. Aviha
16.000 Maha Kappa
8.000 Maha Kappa
4.000 Maha Kappa
2.000 Maha Kappa
1.000 Maha Kappa
22. Asanna Satta
21. Vehappahala
500 Maha Kappa
500 Maha Kappa
16
Tatiya Jhana Bhumi
20. Subhakinha
19. Appamansubha
18. Parittasubha
64 Maha Kappa
32 Maha Kappa
16 Maha Kappa
Dutiya Jhana Bhumi
17. Abhassana
16. Appamanabha
15. Parittabha
8 Maha Kappa
4 Maha Kappa
2 Maha Kappa
Pathama Jhana Bhumi
14. Maha Brahma
13. Brahma Purohita
12. Brahma Parisajja
1 Maha (Asankheya) Kappa
1/2 Maha (Asankheya) Kappa
1/3 Maha (Asankheya) Kappa
Devaloka (6)
Sugati (7)
11. Paranimita Vassati
10. Nimmmanarati
9. Tusita
8. Yama
7. Tavatimsa
6. Catummaharajika
9126 juta thn/16.000 thn khayangan.
2304 juta thn/8.000 thn khayangan.
576 juta thn/4.000 thn khayangan.
144 juta thn/2.000 thn khayangan.
36 juta thn/1.000 thn khayangan.
9 juta thn/500 thn khayangan.
11
5. Manusia
Tidak ada ketentuan
Dugati (4)
4. Asura
3. Peta
2. Tiracchana
1. Niraya
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
Tidak ada ketentuan
- Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan
diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu
menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak
dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan
problem metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam
semesta ini dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan
yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini,
setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari
suatu hukum yang berlaku di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti,
disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta,
kekal dan imanent.[4]
- b. KonsepTentangManusia[5]
Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus
dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya.
Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik
tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam
ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya
satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan
tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan
mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda
atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda
(pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk
pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut
saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai,
kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya
penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan
timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering
diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari
perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan
sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri
dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau
hawa.
Pancakkhanda atau lima kelompok kehidupan[6]
Untuk memahami masalah manusia itu. Beberapa orang menganggap bahwa
terlebih dahulu haruslah terdapat suatu “INTI” atau “HAKEKAT” yang
merupakan identitas didalam diri manusia yang dinamakan Ego, Atta,l Diri
dan sebagainya. Kan tetapi bilamana kita mau berfikir dengan bijaksana,
tak perlulah factor itu diadakan untuk memahami seluk beluk manusia.
Manusia terdiri atas jasmani dan rohani (Rupa-Nama), yang kedua-duanya
bersifat berubah dan mengalir terus-menerus, timbul dan tenggelam,
sampai prose situ dapat dihentikan dan dicapainya Nibbana.
Jika diselidiki lebih jauh, maka yang disebut manusia itu terdapatlah
lima kelompok kehidupan atau yang disebut pancakhanda, yaitu terdiri
dari :
- KELOMPOK KEHIDUPAN JASMANAI atau RUPAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau Kandha ini berasal dari Maha Bhuta
artinya Unsur Utama, yang terdiri dari Catur-Dhatu artinya Empat-Unsur,
yaitu :
1) Pathavi-dhatu = Unsur padat/tanah, ialah segala sesuatu yang
padat pada tubuh manusia, misalnya : tulang. Gigi, kuku dan
lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur mengembang (the element of extension), yang
menjadi pokok dasar kelompok kehidupan jasmani dan unsur yang
memudahkan wujud materi mendapatkan ruang. Segala benda yang bersifat
keras dan lemas adalah perkembangan unsur ini, yang banyak terdapat di
dalam kebendaan. Oleh karena pengaruhnya lebih besar di tanah, maka
disebut juga unsure Tanah.
2) Apo-dhatu = Unsur cair, ialah segala sesuatu yang bersifat cair
pada tubuh manusia, misalnya : darah, peluh, air mata, dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsur persamaan/cocok (the element of cohesion),
yang dikenal sebagai unsur yang pengaruhnya lebih besar di air. Unsur
inilah yang menyatukan benda-benda atom dalam menggerakkan/memencarkan
hingga mewujudkan bentuk benda yang besar.
3) Tejo-dhatu = Unsur panas, ialah segala sesuatu yang bersifat
panas pada tubuh manusia, misalnya : demam, suhu badan, enersi
pencernaan dan lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure yang dapat mematangkan segala sesuatu
benda-benda, oeh karena pengaruhnya lebih besar di api, maka unsure ini
disebut unsur api. Tetapi unsur api ini berisikan hawa dingin, maka hawa
panas dan hwa dingin adalah dua perkembangan daripada unsur ini dan
keutuhannya atau kerusakannya semua benda-benda juga disebabkan oleh
unsur ini.
4) Vayo-dhatu = Unsur gerak, ialah segala sesuatu yang bersifat
gerak pada tubuh manusia, misalnya : napas, hawa, udara dalam badan dan
lain-lainnya.
Unsur ini dinamakan unsure kekuatan penunjang atau penolak (the
element of motion), maka semua pergerakan dan getaran disebabkan oleh
unsur ini.
Keempat unsur tersebut diatas adalah tidak dapat dipisah-pisahkan,
akan tetapi selalu saling bergantungan yang satu dengan yang lainnya,
saling bantu-membantu dan sebagainya.
Segala benda terbentuk berasal dari keempat unsur tersebut diatas dan
apabila rusak, maka akan terurai kembali pada unsure asalnya semula
yang membentuknya. Di dalam Rupakkhandha ini termasuk pula
panca-indriya, yaitu :
(1) Mata atau Cakkhu, ialah dengan objek sasarannya seperti bentuk-bentuk yang dapat terlihat.
(2) Telinga atau Sota, ialah dengan objek sasarannya seperti sura-suara yang dapat didengarnya.
(3) Hidung atau Ghana, ialah dengan objek sasarannya seperti bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4) Lidah atau Jivha, ialah dengan objek sasarannya seperti makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5) Tubuh atau Kaya, ialah dengan objek sasarannya seperti yang keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
Selain daripada kelima indriya diatas juga terdapat pikiran, ialah
dengan pendapat-pendapat dan konsepsi-konsepsi yang ada didalam alam
“objek-pikiran” yang dalam bahasa pali disebut “dhammayatana” .
Kesimpulannya ialah benda-benda dalam keseluruhannya ada didalam badan manusia dengan objek-objek sasarannya.
- KELOMPOK KEHIDUPAN PERASAAN atau VEDANAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini yang termasuk semua perasaan
bahagia, menderita dan perasaan netral, yang timbul oleh karena adanya
kontak/kesan daripada indriya-indriya yang berhubungan dengan dunia-luar
(objek sasarannya).
Kontak atau kesan tadi yang terdiri dari enam macam, yaitu :
(1) Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Cakkhu dengan bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2) Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Sota dengan suara-sura yang dapat didengarnya.
(3) Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Ghana dengan bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4) Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui Jivha dengan makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5) Perasaan yang timbul dari kontak/kesan melalui kaya dengan suatu yang keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
(6) Perasaan yang ditimbulkan dari kontak/kesan melalui
manayatana/dhammayatana (landasan pikiran) dengan gambaran-gambaran
pikiran yang dapat dipikirkannya.
Semua perasaan physic dan mental tergolong dalam kelompok ini dan
harus pula diingat baik-baik, bahwa pikiran juga sebagai indriya,
seperti halnya mata, hidung dan lain-lainnya.
- KELOMPOK KEHIDUPAN PENCERAPAN atau SANNAKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini termasuk semua pencerapan
yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral, yang ditimbulkan dari
keenam indriya berhubungan dengan objek-objek sasarannya masing-masing,
sebagaimana halnya kelompok perasaan, dimana pencerapan tercipta
disebabkan oleh keenam indriya yang mengadakan kontak dengan dunia luar,
yaitu :
(1) Pencerapan bentuk-bentuk yang dilihat oleh mata.
(2) Pencerapan suara-suara yang didiengar oleh telinga.
(3) Pencerapan bau-bauan yang dicium oleh hidung.
(4) Pencerapan makanan dan minuman yang dikecap oleh lidah.
(5) Pencerapan benda-benda keras atau lembut yang disentuh oleh tubuh.
(6) Pencerapan objek-objek mental oleh pikiran.
Melalui pencerapan inilah orang baru dapat mengenali objek-objek, baik yang merupakan objek fisik maupun objek mental.
- KELOMPOK KEHIDUPAN BENTUK-BENTUK PIKIRAN atau SANKHARAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau khanda ini termasuk semua keadaan mental
yang membahagiakan, menderita dan yang netral, yang ditujukan kepada
enam golongan kehendak (cetana) yaitu :
(1) Kepada bentuk-bentuk yang dapat dilihatnya.
(2) Kepada Suara-suara yang dapat didiengarnya.
(3) Kepada Bau-bauan yang dapat diciumnya.
(4) Kepada makanan dan minuman yang dapat dikecapnya.
(5) Kepada benda-benda keras atau lembut yang dapat disentuhnya.
(6) Kepada objek-objek mental yang dapat dipikirkannya.
Dalam kelompok kehidupan ini semua kegiatan kehendak (cetana) yang
baik atau buruk pada umumnya dikenal dengan kamma, termasuk khanda ini.
- KELOMPOK KEHIDUPAN KESADARAN atau VINNANAKKHANDHA
Kelompok kehidupan atau kahndha ini ialah termasuk semua kesadaran yang menyenangkan, menjemukan dan yang netral, terdiri dari :
- Kesadaran mata
- Kesadaran telinga
- Kesadaran hidung
- Kesadaran lidah
- Kesadaran tubuh
- Kesadaran pikiran
Kesadaran adalah suatu reaksi yang mempunyai dasar dari salah
satu indriya, misalnya kesadaran mata sebagai dasar dan juga sebagai
objek dari benda-benda yang terlihat. Kesadaran pikiran adalah pikiran
sebagai dasar dan idea atau gambaran pikiran selalu dihubungkan dengan
indriya, sebagaimana halnya dengan perasaan, pencerapan dan kehendak
berhubungan dengan keenam indriya dan objek sasarannya.
Haruslah dimengerti dengan baik, bahwa kesadaran tidak dapat mengenal
sesuatu objek. Tetapi hanya merupakan kesadaran sejenak atau
kesadaran/tahu. Tentang adanya satu objek, misalnya mendapat kontak
dengan warna biru, kemudian kesadaran mata bangkit dan sadar tentang
adanya warna. Sampai disini belum mengenalnya sebagai warna biru. Pada
tingkat ini sebenarnya belum sampai mengenal sesuatu apa dan pada
tingkat pencerapan barulah dapat mengenal warna itu sebagai warna apa.
Istilah “kesadaran/mata” hanyalah yang berarti, bahwa sebuah bentuk
telah terlihat. Tetapi belum berarti mengenalnya dan begitupulalah
halnya dengan kesadaran indriya-indriya lainnya.
Kelima kelompok kehidupan atau Pancakkhandha adalah membentuk
keseluruhan apa yang disebut “manusia” dan tidak terdapat manusia diluar
khandha tersebut, seperti juga tak terdapat sebuah “meja” di luar
keempat kakinya dan beberapa potong papan yang membentuknya. Selanjutnya
kelima khandha bukanlah merupakan kelompok-kelompok yang saling
bergantungan dan masing-masing mengalami proses perubahan serta
kelangsungannya sendiri.
Tak ada sesuatu kesatuan yang statis dimanapun juga ; yang ada
hanyalah kelangsungan daripada proses-proses dan gabungan-gabungan yang
menjadi kelompok-kelompok.
Sekedar untuk dimengerti proses namakkhandha atau kelompok rohani yang berlangsung secara demikian :
Sanna-Vinnana-Sankhara-Vedana
atau
Pencerapan-Kesadaran-Bentuk-bentuk pikiran-Perasaan
Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya
ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam
hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang
melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin
dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas adalah dasar
dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku
filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan,
harapan, kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah
unsur-unsur pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang
ekspresi manusia”. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari
kegiatan-kegiatan mental, dari yang paling rendah hingga yang bersifat
intelektual.
Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda
(panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna
(perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran),
vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan
tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh
manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan
dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki
keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan
ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak terbatas. Dimana potensi trersebut
banyak tidak dipergunakan oleh manusia. Selama manusia tidak menyadari
potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah bagi manusia untuk
mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian tertinggi).
Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha,
Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi
padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan,
ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian
Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado-
pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak berubah
(nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma
(keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam Paramathadi panitika
disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang tenang yang
timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat
kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan
terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak
bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa
yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus
keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada).
Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari
sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga
menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak
lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan
penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti,
dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung
Nirvana.
Jalan untuk mencapainya tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta
Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan
tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila (tata susila
hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu keinginan
untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap
kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau
setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru,
melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
- Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
- Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
- Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai
nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari
ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai
nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan
meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika
anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik,
pasti benih itu akan mendatangkan hasil.
PATICCA-SAMUPPADA
Bunyi hukum paticca-samuppada
Perkataan paticcasamuppada terdiri atas Paticca artinya disyaratkan
dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi paticca-samuppada
artinya mucul bersamaan karena syarat berantai, atau pokok permulaan
sebab akibat yang saling bergantungan.
Prinsip dari ajaran hukum paticcasamuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi sebagai berikut.
I. Imasming Sati Idang Hoti
Dengan adanya ini maka terjadilah itu.
II. Imassupada Idang Uppajati
Dengan timbulnya ini maka timbulah itu.
III. Imasming Asati Idang Na Hoti
Dengan tidak adanya ini maka tidak adalah itu.
IV. Imassa Nirodha Idang Nirujjati
Dengan terhentinya ini maka terhentinya itu.
Berdasarkan prinsip dari saling menjadikan, relativitas dan saling
bergantungan maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup dan juga
terhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus dari dua belas
pokok yang dikenal sebagai paticcasamuppada.
1. Avijja Paccaya Sankhara
Dengan adanya ketidaktahuan maka terjadilah bentuk-bentuk kama.
2. Sankhara Paccaya Vinnanang
Dengan adanya bebtuk-bentuk kamma maka terjadilah kesadaraan.
3. Vinana Paccaya Namarumpang
Dengan adanya kesadaran maka terjadilah rohani jasmani.
4. Namarupa Paccaya Salayatanang
Dengan adanya kesadaran rohani jasmani maka terjadilah enam landasan indranya.
5. Salayatana Paccaya Phasso
Dengan adanya enam landasan indriya maka terjadilah kontak/kesan-kesan.
6. Phassa Paccaya Vedana
Dengan adanya kontak maka terjadilah perasaan.
7. Vedana Paccaya Tanha.
Dengan adanya perasaan maka terjadilah keinginan.
8. Tanha Paccaya Upadanang
Dengan adanya tanha maka terjadilah kemelekatan.
9. Upadana Paccaya Bhavo
Dengan adanya kemelekatan maka terjadilah proses penjelmaan
10. Bahava Paccaya Jati
Dengan adanya proses penjelmaan maka terjadilah kelahiran.
11. Jati Paccaya Jaramaranang
Dengan adanya tumimbal-lahir maka terjadilah kelapukan keluh kesah, sakit, kematian, dll.
12. Jara-Marra
Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll, sebagai akibat dari tumimbal-lahir.
- c. ETIKA (CATUR PARAMITA DAN CATUR MARA)
- a. Catur Paramita[7]
Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di
sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan segala sumber dari
perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan
badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi
kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu
terdiri dari :
- Metta : ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
- Karuna : ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.
- Mudhita : ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan.
- Upekkha : ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari
melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar
dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan
tertekan, bahkan akan lenyap.
- b. Catur Mara[8]
Disamping adanya sifat-sifat ketuhanan, terdapat pula
sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini merupakan
sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran,
ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup
kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang
tiada henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
- Dosa : ialah kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan metta.
Dosa ini secara ethica (ajaran tentang keluhuran buda dan
kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara psychilogis (kejiwaan)
berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek bertentangan.
- Lobha : ialah serakah yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna.
Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi
secara psychilogi (kejiwaan) berarti terikat pikiran pada objek-objek.
Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha yaitu keinginan yang tiada
henti-hentinya.
- Issa : ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.
- Moha : ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa. Akan lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian. Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau Annana yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat.
- c. Pikiran Baik, Jahat dan Akibatnya
Tersebutlah kata-kata yang diucapkan oleh YMS Buddha Gotama
dalam kitab Dhammapada, yaitu bagian kecil dari Suta-Pittaka yang
berbunyi sebagai berikut :
Ayat 1 : segala sesuatu adalah hasil dari pada apa
yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan dibentuk oleh pikiran.
Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran yang jahat, maka
penderitaan akan mengikutinya seperti roda-pedati yang mengikuti jejak
kaki lembu yang menariknya.
Ayat 2 : segala sesuatu adalah hasil dari pada apa
yang telah dipikirkan, berdasarkan pikiran dan dibentuk oleh pikiran.
Bila seseorang berbicara atau bertidak dengan pikiran yang baik, maka
kebahagiaan akan mengikutinya seperti bayangan yang tidak pernah
meninggalkan dirinya.
HUBUNGAN SILA DENGAN CATUR PARAMITA
Sila dapat dilakukan dengan baik, bilamana pikiran penuh dengan Catur Paramita.
Haruslah terlebih dahulu kita mengenalnya. Pengertian secara umum
yaitu corak daripada sila, ialah pelaksanaan hidup bersusila (beradab);
intisari sila ialah peniadaan pelanggaran dalam hidup bersusila;
cetusan sila ialah kesucian pikiran, ucapan dan tindakan-badan; dan
dasar sila iualah perasaan malu untuk berbuat kejahatan (HIRI) dan
takut berbuat kejahatan karena hati nurani (OTTAPPA).
Sila ini dibangun atas konsepsi cinta kasih yang universal dan belas
kasihan terhadap sesame mahluk hidup, yang juga menjadi dasar ajaran
Buddha Gautama. Menurut ajaran agama Buddha. Untuk memperoleh
kesempurnaan ada dua macam sifat luhur yang harus dikembangkan
berbarengan, yaitu :
- Metta dan karuna (cinta kasih dan kasih sayang)
- Panna (kebijaksanaan).
Dalam metta dan karuna adalah termasuk cinta kasih, suka
bermurah hati, toleransi dan sifat-sifat luhur lainnya dari segi emosi
(perasaan) atau sifat-sifat yang timbul dari “hati”. Sedangkan panna
berhubungan dengan intelek (kecerdasan) atau sifat-sifat yang timbul
dari pemikiran.
Kalu orang hanya mengmanbangkan dari segi emosinya saja dengan
mengabaikan dari segi inteleknya, maka orang ini kelak akan menjadi
“orang gila yang baik hati” sebaliknya, kalau orang hanya mengambangkan
segi inteleknya saja dengan mengabaikan segi emosinya, maka orang ini
akan menjadi “orang yang berhati batu” dan tidak mempunyai perasaan
sedikitpun terhadap orang lain. Oleh karena itu, untuk menjadi sempurna,
orang harus mengembangkan sifat-sifta tersebut secara berbarengan.
Inilah tujuan dari “way of life” setiap umat Buddha yaitu dimana
kebijaksanaan dan cinta kasih/belaskasihan merupoakan kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisahkan. Sila yang berdasarkan cinta dan belas
kasihan adalah meliputi tiga bagian dari delapan ruas jalan utama, yaitu
:
Ruas no. 3 Ucapan Benar
Yang dapat digolongkan sebagai ucapan benar, jika empat macam sarat di bawah ini dipenuhi :
- Kata-kata itu benar.
- Kata-kata itu beralasan.
- Kata-kata itu berfaedah.
- Kata-kata itu tepat pada waktunya.
Ini berarti membebaskan diri dari :
- Pembicaraan yang tidak benar (berdusta)
- Pembicaraan yang dapat menimbulkan kebencian, perpecahan dan perselisihan diantara perorangan atau golongan.
- Pembicaraan cabul dan kasar yang menyakiti hati orang lain.
- Pembicaraan yang kosong dan tidak ada artinya, desas-desus dan mebicarakan keburukan orang lain
Ruas No. 4 Perbuatan Benar
Yaitu bertujuan untuk mengembangkan perbuatan-perbuatan yang susila,
tehormat dan menjauhkan diri dari keributan-keributan. Ini berarti bahwa
ia tidak akan membunuh, mencuri, melakukan perbuatan tercela, melakukan
perzinahan dan a selalu bersedia menolong orang lain, juga agar dapat
menjalankan satu penghidupan yang tenang, terhormat dan dengan cara
benar.
Ruas No. 5 Mata-pencaharian yang Benar
Ini yang berarti, bahwa orang seharusnya memiliki mata pencaharian yang tidak mencelakakan atau merugikan orang lain, misalnya :
- Berdagang alat-alat perang dan alat untuk pembunuhan lainnya.
- Berdagang minuman keras, yang menjadikan orang acuh tidak acuk terhadap ajaran agama.
- Berdagang racun.
- Membunuh binatang-binatang dengan sengaja.
- Dan lain-lain lagi.
Orang seharusnya memilih satu usaha atau pekerjaan yang
terhormat, yang tidak merugikan orang lain dan yang tidak mencelakakan
atau menyakiti orang lain. Dari sini dapat kita lihat, bahwa ajaran
agama Buddha menentang tiap bentuk peperangan, tidak membenarkan untuk
berdagang alat-alat perag dan senjata lainnya yang dapat melakukan
pembunuhan.
Ini lah tiga bagian dari delapan ruas jalan Utama yang dapat
digolongkan dalam perbuatan yang bersusila. Haruslah hendaknya disadari
benar-benar, bahwa sila ini bertujuan untuk memperoleh suatu penghidupan
yang bahagia dan harmonis bagi orang itu sendiri dan juga untuk
orang-orang di sekelilingnya. Bila ini dianggap sebagai dasar yang
mutlak guna memperoleh hasil-hasil batiniah yang luhur.
DAFTAR PUSTAKA
http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/ 12-03-2012/15.33
M. Ripa’I, Perbandingan Agama, (Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101
Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20
Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta IAIN sunan kalijaga press,1988) hal 121-123
[1]M. Ripa’I, Perbandingan Agama, (Semarang : Wicaksana 1984), hal.100-101
[2]http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/ 12-03-2012/15.33
[3] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 300-311
[4]Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), hal. 121-123
[5]http://s-moc.blogspot.com/2010/07/konsep-manusia-dalam-agama-budha.html 12-3-2012/15.24
[6] Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 80-88
[7]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 19-20
[8]Majlis Budayana Indonesia, Kebahagiaan dalam Dhamma, (Jakarta : 1980), hal. 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar